Page 130 - dear-dylan
P. 130
GOSIP ITU BENAR...
“ALICE! Alice! Cepat ke sini! Cepat!”
Aku melonjak dari kursi yang kududuki begitu mendengar teriakan Mama. Secepat kilat aku
menghambur ke ruang keluarga. Kenapa sih Mama teriak-teriak? Toh ini masih jam 07.00 juga,
nggak bakal terlambat ke sekolah kok, kan sekolahku masuk jam 08.00.
Aneh, kok Mama berdiri sambil menatap TV gitu sih?
“Ada apa, Ma?”
“Itu... coba lihat...” Tangan Mama menuding layar TV, dan aku merasakan lagi perasaan
seolah kakiku dijungkirbalikkan di udara, karena melihat TV menayangkan berita rusuhnya
konser Skillful. Bukan di Medan atau Pekanbaru, tapi di... Jambi.
Kerusuhan LAGI?
Aku menelan ludah dengan susah payah. Napasku mendadak sesak.
Kenapa jadi begini???
“Konser band Skillful yang dilaksanakan di kota Jambi semalam berakhir rusuh. Satu orang meninggal
akibat tersengat listrik dari salah satu peralatan sound yang dipasang di bibir panggung. Pagar pembatas
antara penonton dan panggung yang roboh, ditambah hujan lebat yang turun semalam, mengakibatkan
kerusuhan semakin tak terkendali. Sebelum ini, konser band Skillful yang diselenggarakan di kota Medan dan
Pekanbaru juga berakhir dengan kerusuhan.”
Aku makin sesak napas mendengar apa yang baru saja diucapkan pembaca berita pagi itu. Ya
Tuhan... ada korban jiwa?
Layar TV menampilkan rekaman gambar saat konser, dan aku terpaku melihat banyak
penonton yang terlibat baku pukul. Lalu kamera menyorot Dylan yang berdiri di panggung.
Wajahnya pucat. Dan aku melihat asap membumbung dari satu sisi panggung. Ada kobaran kecil
api menyala di sana. Apa itu peralatan sound yang menyetrum seorang penonton hingga tewas?
Aku merasakan sebuah tangan di pundakku, dan melihat Mama menatapku dengan khawatir.
Mendadak aku tahu apa yang harus kulakukan, dan berlari secepat kilat kembali ke kamar,
mencari HP-ku.
Aku harus menelepon Dylan! Aku harus tahu bagaimana keadaannya! Aku nggak peduli aku
sudah putus sama dia atau dia benar-benar menyeleweng sama Regina Helmy. Aku hanya perlu
tahu bagaimana kondisinya sekarang...
Tuuutt... Dylan, angkat dong...
Tuuutt... Dylan, kamu di mana? Ayo angkat teleponnya...
Tuuutt... “Halo?”
Aku berdiri terpaku di tempatku mendengar suara yang menjawab teleponku itu. Suara
perempuan... dan jelas bukan suara Tante Ana atau Mbak Vita. Samar-samar aku mengenali
suaranya...