Page 135 - dear-dylan
P. 135
Abang gue memang slengean dan suka usil, tapi dia nggak pernah sekali pun membuat Mama
seperti ini, sementara gue...?
Belum pernah gue sebegini bencinya pada diri sendiri seperti sekarang.
* * *
Infotainment kunyuukk!
Gue memencet tombol power pada remote TV, dan berjalan gontai menuju kulkas.
Berani-beraninya infotainment tadi menjuluki Skillful “band rusuh”? Pakai minta pendapat
paranormal pula apa konser kami berikutnya bakal rusuh lagi! Gila! Kenapa paranormal itu
nggak dikaryakan untuk hal yang lebih berguna saja? Memberi perkiraan kapan pemerintah
kita akan berhasil menemukan cara untuk menghentikan semburan Lumpur Lapindo,
misalnya?!
Dasar kurang kerjaan!
Gue mengambil sebotol air dingin dari kulkas, dan menenggak isinya langsung dari
botol. Setelah itu, gue bingung mau melakukan apa lagi. Gue sudah ilfil sama TV, karena
pasti munculnya berita-berita tentang Skillful dan konser kami yang rusuh lagi, dan gue juga
nggak bisa ke mana-mana karena malas mendengar omongan orang kalau berpapasan dengan
gue.
Yah... beginilah kondisi gue setelah pulang dari Jambi... jadi pengangguran! Jadwal
konser yang tadinya bertumpuk, semuanya batal. Ada yang karena izin kami manggung
dicabut oleh pihak berwajib (demi alasan keamanan, coba! Kayak Skillful teroris aja!), ada
yang karena dibatalkan pihak sponsor... tapi sebagian besar adalah atas keputusan bersama
antara manajemen dan klien. Lagi-lagi karena alasan keamanan. Gue nggak tahu deh harus
gimana lagi...
Akhirnya gue punya ide untuk main ke kamar Tora. Dia lagi di kantor, tapi kamarnya
nggak pernah dikunci, jadi gue bakal bisa ngapain kek di sana. Merenung atau apalah.
Gue membuka pintu kamar Tora, dan terkesiap.
Kamar Tora bersih. Nggak ada lagi gambar-gambar Bon Jovi, band favoritnya, yang
menempel di dinding. Meja kerjanya juga sudah beres, nggak ada lagi tumpukan buku Robert
Kiyosaki-nya (gue sebenernya heran juga, kenapa anak slengean macam Tora bisa demen
baca buku-buku Robert Kiyosaki?), atau kertas-kertas laporan perusahaan yang berserakan di
meja. Semuanya bersih.
Kenapa begini???
“Nggak terasa ya, sebentar lagi abangmu nggak akan tinggal sama kita lagi...”
Gue menoleh, dan melihat Mama mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kamar
Tora dengan penuh perasaan. Gue langsung sadar... kamar Tora bersih karena dia sudah
bersiap-siap untuk pindah ke rumah barunya setelah menikah nanti. Gue tahu, dia sudah
menyelesaikan urusan KPR rumah itu dengan bank beberapa bulan lalu, dan katanya
sekarang rumah itu sedang dicat ulang. Memang nggak jauh dari sini, sekitar lima belas menit
kalau naik mobil, tapi dalam hati gue merasa sedih.
Nggak akan ada lagi Tora yang suka usil menyembunyikan kopi instan gue di pagi buta
saat gue butuh asupan kafein menjelang berangkat tur entah ke mana.