Page 133 - dear-dylan
P. 133
Kepala gue tiba-tiba berdenyut, jadi gue merebahkan diri di ranjang lagi, sementara
Regina meletakkan kain dingin di kepala gue.
“Udah, lo istirahat aja dulu, biar cepet sembuh.”
“Tapi gue harus beres-beres... nanti malam Skillful konser di Palembang. Habis
breakfast, kami harus langsung ke bandara.”
Regina terlihat kaget mendengar omongan gue, lalu dia menggeleng. “Kalian nggak akan
ke Palembang.”
“Kenapa?” tanya gue nggak ngerti. Apa konser kami ditunda?
“Lo belum tahu?” tanya Regina. Gue menggeleng. “Semalam... waktu konser kalian, ada
penonton yang meninggal. Lalu... Polda Sumatera Selatan mencabut izin konser kalian di
Palembang hari ini.”
Kalau ada yang bilang dinosaurus hidup lagi pun, gue nggak bakal sekaget ini.
Semalam... ada penonton yang meninggal? Dan Skillful dilarang menggelar konser???
“Lo nggak bercanda, kan, Gin? Ini bukan lelucon karena gue bakal masuk MTV Gokil
atau apa, kan?”
Regina menggeleng. “Nggak, gue nggak bercanda. Gue juga baru tahu tadi, diberitahu
Asep. Katanya, tadi malam Bang Budy dihubungi utusan dari Polda Sumsel, yang
memberitahukan bahwa izin show kalian di Palembang untuk hari ini sudah dicabut. Demi
alasan keamanan, katanya. Nngg... kalian juga diimbau untuk nggak menggelar konser
sementara ini.”
“Tapi... kenapa?” tanya gue tergagap. Marah, kecewa, bingung, sedih, panik, frustrasi,
semuanya campur aduk di dalam diri gue. “Bukan maunya Skillful ada kerusuhan! Bukan
mau gue konser gue kacau! Gue juga kepingin konser yang tenang, yang nggak ada pukul-
pukulannya... lempar-lemparan batunya...”
“Gue tahu, Lan, gue tahu...” Regina menyuruh gue berbaring lagi, dan menyelimuti gue.
Tapi semua ini... demi kebaikan kalian juga, kan? Hanya sementara, sampai semuanya reda,
nggak selamanya kok...”
“Terus... penonton yang meninggal itu... gimana?”
“Gue nggak tahu. Asep cuma bilang gitu aja, tapi nggak kasih tahu meninggalnya
kenapa.”
Gue menghela napas dalam-dalam. Rasanya seisi dunia baru aja runtuh menimpa gue.
Kepala gue berputar dalam denyutnya, dan jantung gue berdebar kencang, serasa ingin keluar
dari rongganya. Larangan menggelar konser, walau untuk sementara, bagi gue sudah
merupakan akhir karier gue... Karier yang gue bangun dengan susah payah dari jadi penyanyi
kafe...
“Udah, jangan dipikirin dulu, Lan. Yang penting sekarang lo sehat dulu aja.” Regina
menepuk-nepuk bahu gue, lalu beranjak ke sofa di sudut ruangan, membaca majalah di sana.
Kenapa Regina yang ada di sini merawat gue? Menenangkan gue? Kenapa bukan Alice?
Gue meraih HP gue dari nakas di samping tempat tidur, setengah berharap ada telepon
atau SMS dari Alice di sana, tapi ternyata sama sekali nggak ada...
“Gin...”
“Ya?”
“Lo nggak takut datang ke sini?”
“Kenapa harus takut?” tanyanya dengan kening mengernyit.