Page 128 - dear-dylan
P. 128

hujan lebat yang turun, tapi gelombang panik yang besar melanda gue. Dan seluruh lampu
               penerangan mendadak padam, menyisakan kegelapan. Gue merasa mual... ingin muntah...
                    Oh Tuhan, saya harus melakukan apa?
                    Seseorang tiba-tiba menarik tangan gue, dan menuntun gue menuruni panggung dengan
               bantuan  sinar  lampu  kecil  yang  ternyata  dari  monitor  HP-nya.  Dari  gumam  jengkel  dan
               kemarahan yang keluar dari mulutnya, gue tahu orang itu Bang Budy.

                                                          * * *

               “Kamu ini bagaimana sih, Dylan?! Abang kan sudah panggil kamu, suruh kamu cepat turun!
               Kenapa kamu malah diam saja di atas panggung?”
                    Gue diam saja mendengar Bang Budy memarahi gue. Bukan karena gue terima dimarahi,
               tapi  karena...  horor  kerusuhan  itu  masih  berputar-putar  di  depan  mata,  seolah  membuntuti
               gue, bahkan saat gue sudah aman di kamar hotel sekalipun, di tengah seluruh personel dan
               kru Skillful.
                    “Ledakan tadi itu... apa?” tanya gue dengan suara serak yang nggak gue kenali.
                    “Ada peralatan sound yang basah kena hujan, terus korslet... meledak,” jawab seseorang.
               Gue  mendongak,  dan  melihat  Asep  lah  yang  menjawab,  dia  masih  pakai  koyo  di  kedua
               pelipisnya, mungkin masih pusing akibat kejatuhan kamera TV kemarin. Ekspresinya nggak
               jauh beda dengan orang-orang lain di ruangan ini. Ketakutan... khawatir...
                    “Mati lampu tadi karena sekringnya putus. Pengaman supaya korslet nggak merambat ke
               peralatan sound yang lain. Bisa bahaya kalau itu terjadi,” tambah Tyo.
                    Gue merasakan gelombang kepanikan itu mereda sedikit. Tadinya gue berpikir ledakan
               itu  diakibatkan  orang-orang  yang  terlibat  kerusukan.  Tadinya  gue  berpikir...  entahlah,
               mungkin ada orang-orang yang sengaja ingin merusuh di konser Skillful? Mungkin ada yang
               tak suka pada kami, sehingga membuat semua kerusuhan ini terjadi... membuat nama Skillful
               jadi jelek...
                    Tapi mendengar penjelasan Asep dan Tyo, juga laporan polisi di Medan dan Pekanbaru
               yang menyatakan tak ada unsur kesengajaan pada kerusuhan yang terjadi di konser-konser
               kami, kecurigaan gue mereda. Polisi pasti bisa mencium kalau kerusuhan ini benar dirancang
               oleh pihak tertentu. Mereka pasti akan tahu.
                    Mungkin gue aja yang terlalu parno dan stres karena nggak pernah menghadapi masalah
               sebanyak ini bertubi-tubi.
                    Dan Alice yang memutuskan gue ternyata sanggup membuat gue lupa akan rusuh dua
               konser  yang  terjadi  sebelumnya.  Tadi  sebelum  naik  panggung,  gue  sama  sekali  nggak
               khawatir akan terjadi rusuh di konser... gue sama sekali nggak ingat untuk khawatir... yang
               ada di pikiran gue hanya Alice... Alice...
                    Belum pernah gue kepingin banget bicara sama dia... berbagi... seperti saat ini.
                    Dia  benar,  mungkin  seharusnya  gue  membagi  semua  masalah  ini  dengan  dia  dulu.
               Mungkin  gue nggak seharusnya menyimpan sendiri  semua masalah dan bertingkah seperti
               anak  kecil  dengan  mematikan  HP  supaya  nggak  ada  yang  menghubungi.  Mungkin  gue
               seharusnya menganggap serius apa yang Alice tulis di SMS 10-things-I-hate-about-you-nya
               itu.  Seharusnya  gue  bisa  melihat  apa  yang  dia  benci  dari  diri  gue,  dan  memperbaiki  diri,
               bukan hanya tertawa dan menganggapnya sekadar SMS...
   123   124   125   126   127   128   129   130   131   132   133