Page 127 - dear-dylan
P. 127
Kian hari kulihat awan menghitam
Tak sebiru dahulu,
Sewaktu kau di sisiku...
Yah... sekarang gue ngerti apa yang dimaksud Baim di lagu itu.
* * *
Dugaan gue bener, malam ini hujan. Hujan lebat, plus angin kencang. Unfortunately, the
show must go on! Dan gue untungnya cukup bijaksana untuk pakai jaket di atas kaus gue.
Angin di sini bikin menggigil!
Para personel opening band kami baru saja turun dari panggung, dan gue kasihan banget
melihat vokalisnya gemetar kedinginan. Ya ampun, dia mikir nggak sih waktu pakai kaus you
can see itu? Dia nggak tahu apa bakal manggung dalam kondisi hujan lebat begini?
“Dan kita sambut... SKILLFUL!”
Ups, gue nggak bisa lebih lama lagi ngelihatin vokalis opening band itu. Saatnya naik
panggung!
Setengah berlari, gue naik ke panggung, dan kaget melihat hujan ternyata lebih deras
daripada yang gue rasakan di backstage tadi.
“Selamat malam, Jambi!” Gue menyapa lautan penonton yang bersorak-sorai membalas
sapaan gue di bawah hujan lebat.
Gue menyanyikan lagu Akhir Penantian yang bertempo cepat tanpa kesalahan. Semua
liriknya seakan terekam jelas di kepala gue, mengalir lancar melalui kata-kata.
Bahkan sembilan lagu berikutnya pun gue selesaikan dengan benar. Nggak ada salah
lirik sedikit pun, man! Dan, menurut gue nih, kemampuan gue berkomunikasi dengan audiens
malam ini juga nggak parah-parah amat!
Tapi di lagu kesebelas, gue mematung di bibir panggung saat melihat batu-batu
melayang di udara. Gue kehilangan kata-kata... yang sebelumnya mengalir sangat lancar dari
mulut gue...
Ya Tuhan, kerusuhan... LAGI???
“Dylan, ke sini! Dylaaannn!”
Gue menoleh, melihat Bang Budy memanggil-manggil gue dari belakang panggung
dengan nada memerintah. Tapi kaki gue seakan terpaku di tempat, nggak bisa bergerak...
Seperti déjà vu, gue melihat pagar pembatas antara penonton dan panggung tertabrak
hingga roboh... Gue melihat batu-batu dilemparkan... Gue melihat orang-orang saling
mendorong dan memukul... Teriakan dan makian bergaung di udara...
Tapi kaki gue masih terpaku di tempat... nggak bisa digerakkan. Lidah gue kelu, dan
napas gue tertahan, seolah kejadian yang ada di depan gue membuat seluruh tubuh gue mati
rasa, membuat seluruh organ tubuh gue nggak berfungsi sebagaimana mestinya...
CTAAAASSSSS! DHAARRRRR!
Gue dengan panik menoleh ke bagian kiri panggung, tepat sebuah ledakan baru saja
terjadi. Kobaran kecil api menyala di sana, hanya beberapa saat karena langsung tersiram