Page 140 - dear-dylan
P. 140
“Banget!” Gue menghela napas. “Tapi sepertinya gue sama Alice udah nggak ada jalan
lagi, Tor. Dia udah nggak mau lagi ngomong sama gue. Bahkan waktu terakhir konser
Skillful rusuh di Jambi pun, dia nggak kontak gue. Gue kecewa banget. Yah... gue tahu gue
sama dia sudah putus, tapi nggak harus jadi diem-dieman gini, kan? Nggak harus lose contact
gini, kan?”
“Mungkin dia capek mengkhawatirkan lo.”
Gue menelan ludah dengan susah payah. “Iya kali ya? Terus gue harus gimana?”
“Bukannya tadi lo sendiri yang bilang lo sama Alice sudah nggak ada jalan lagi? Kalau
memang sudah nggak ada jalan, kenapa dipaksain, Lan?”
“Jadi, gue harus jadian sama Regina?”
“Eh, gue nggak bilang gitu! Gue cuma nyaranin supaya lo lebih membuka pikiran lo aja.
Bisa aja lo enjoy jalan sama Regina, tapi itu cuma karena dia temen ngobrol yang enak aja,
bukan karena lo cinta sama dia atau apa.”
Hhhh... kok Tora jadi belibet gini sih ngomongnya? Gue nggak ngerti! Curhat sama dia
ternyata malah bikin pusing!
“Ya deh, ntar gue mikir.” Gue bangun dari tepi ranjang Tora, menyeret kaki menuju
pintu.
“Eehh, tunggu dulu!”
“Apa?” Gue mendongak menatap Tora. Jangan sampai dia nambah-nambahin saran yang
bikin otak gue makin tersumbat!
“Kan tadi udah janji mau pijit! Mana???”
Duuuhh, kalau dia lagi ngebetein gini, gue berharap dia nikah besok deh, biar nggak ada
lagi yang menganiaya gue di rumah!
* * *
Omongan Tora selalu sukses bikin gue melek semalaman. Bisa begitu karena dua
kemungkinan:
1. Dia ngasih saran yang bagus tapi menohok banget, bikin gue serbasalah.
2. Saran yang dia kasih nggak jelas, dan malah bikin gue makin bingung.
Dalam kasus ini, saran Tora malah bikin gue makin puyeng.
Ahh... kok bisa sih gue ada dalam situasi begini? Udah diputusin, nggak punya kerjaan,
kuliah belum kelar, dan gue nggak tahu harus gimana sama Regina.
Maksud gue, dia kan cantik banget gitu, dan enak banget diajak ngobrol, plus dia punya
semua hal yang diimpikan seorang cewek, tapi kok... kenapa ya, gue nggak ada perasaan apa-
apa sama dia? Nggak ada euforia berlebihan setiap kali gue ketemu dia. Nggak ada perasaan
kangen kalau nggak ketemu dia. Nggak kebayang dia siang-malam.
Kenapa gue nggak bisa jatuh cinta sama Regina?
Orang pasti bakal mengatai gue bego, ada cewek, dan bukan cewek sembarangan, tapi
top model dan bintang iklan termahal se-Indonesia, yang menaruh perhatian sama gue, tapi
gue nggak punya perasaan khusus ke dia.
Apa karena gue belum terbiasa, ya? Mungkin kalau lebih sering bersama Regina, gue
bakal dengan sendirinya suka sama dia.
Toh gue bukan pacar siapa-siapa lagi.