Page 114 - dear-dylan
P. 114

“Jadwal lo habis ini padat nggak?”
                    “Maksudnya... malam ini?” Weits, ngapain Regina nanya gitu? Jangan-jangan...
                    “Bukaaan! Maksud gue, setelah show di Batam ini. Apa besok lo langsung ada show lagi,
               atau ada jeda satu hari gitu?”
                    “Oh...” Hah, kayaknya otak gue mulai terkontaminasi cara kerja otak si Udik nih! “Dua
               hari lagi manggung di Jambi sih. Tapi besok gue flight ke sana.”
                    “Nah, kenapa lo nggak balik Jakarta aja dulu? Lo bisa coba ngajak cewek lo bicara baik-
               baik. Malamnya, atau besok paginya, lo bisa flight lagi ke Jambi. Gue yakin, sebagian besar
               cewek bakal tersentuh kalau dapat „pengorbanan‟ kayak gitu.”
                    Gue melongo. Regina bukan cuma nyambung diajak ngobrol, tapi dia juga smart banget!
               Kayak Mbak Vita!
                    “Ehh... ide gue terlalu norak, ya?” tanya Regina karena melihat gue bengong.
                    “Nggak, nggak kok. Ide lo bagus banget, Gin. Gue malah nggak kepikiran sama sekali
               untuk pulang dulu.”
                    “Nah, gue seneng deh kalau masukan dari gue bisa dipakai.”
                    “Thanks a lot, ya, Gin! Nggak tahu deh apa jadinya kalau nggak ada lo.”
                    “Sama-sama, Lan. Sama-sama.”

                                                          * * *

               Wajah Alice benar-benar kayak melihat setan waktu melihat gue di ruang tamu rumahnya.
               Tapi dalam hitungan detik, dia sudah membuang muka, dan berjalan melewati gue dengan
               ekspresi dingin, seolah gue ini tembok!
                    “Say,  Say...  tunggu  dulu!”  Gue  bangun  dari  sofa  tamu  dan  memegang  pergelangan
               tangan Alice, mencegahnya kabur.
                    “Apaan sih! Nggak usah panggil-panggil gue „Say‟ segala deh!”
                    Hah?
                    “Kok kamu ngomongnya gitu?”
                    “Tanya  sama  diri  lo  sendiri!  Minggir!”  Alice  meronta,  berusaha  melepaskan  diri  dari
               gue. Gue jadi bingung, antara takut menyakiti dia, dan takut Alice keburu ngabur sebelum
               gue sempat mengajaknya bicara.
                    “Alice,  tunggu  sebentar  dong.  Aku  mau  bicara!”  Gue  akhirnya  memutuskan  nggak
               memanggilnya  “Say”  dulu,  sekadar  mengurangi  faktor  yang  bakal  membuatnya  semakin
               marah sama gue.
                    “Bicara saja sana sama Regina Helmy!”
                    Regina Helmy??? Kok dia bawa-bawa Regina segala sih?!
                    “Kenapa? Kaget gue tahu lo ada apa-apa sama dia? Huh, gue memang bego, harusnya
               dari dulu gue sadar lo ada apaapa sama supermodel ceking itu! Nggak perlu nunggu sampai
               kalian nongol di infotainment segala!”
                    Infotainment? Apa sih yang nongol di infotainment? Omongan Alice makin ngawur deh
               kayaknya... Atau gue aja yang masih lambat loading karena tadi pagi ngejar flight terpagi dari
               Batam menuju Jakarta, dan karena itu belum sempat minum kopi?
                    “Apa sih...? Infotainment apa?”
   109   110   111   112   113   114   115   116   117   118   119