Page 110 - dear-dylan
P. 110
Yeah, memang kemungkinan rusuh ditimbulkan lagu upbeat itu kecil banget, taip nggak
ada salahnya dihindari, kan?
Terbukti, konser tadi aman-tenteram-sentosa-damai-sejahtera! Yeeesss! Nggak pernah
gue selega ini sebelumnya setelah selesai manggung. Seperti ada beban berat yang diambil
dari pundak gue!
“Hoi! Ikut nggak lo?” Dudy menepuk pundak gue dengan semangat berlebih. Gue jadi
merasa punya beban di pundak lagi: rasa nyeri yang diakibatkan tepukan tangan Dudy yang
sebesar tutup tong sampah itu!
“Ke mana?”
“Nyari oleh-oleh,” jawab Dovan sebelum Dudy sempat menjawab. “Rey sama Irvan juga
pada mau ikut. Lo nggak?”
“Oleh-oleh apaan?”
“Biasaaa... buat bini!” Dudy memasang tampang seharusnya-gue-nggak-berurusan-
dengan-hal-semacam-ini. “Ini kan Batam, Lan, banyak barang bagus dari Singapura.
Harganya miring! Bini gue nitip tas barunya Louis Vuitton, Sita nitip radio bag-nya Fendi,
terus bininya Dudy nitip sepatu Steve Madden, bini Irvan tau deh nitip apa... duh, kacau deh
kita bapak-bapak disuruh belanja begituan!”
“Katanya, kalau pulang dari sini nggak bawa titipan itu, nasib kita bakal begini!” Dovan
membuat gerakan mengiris di lehernya dengan jari telunjuk, lalu geleng-geleng. “Daripada
kena masalah, mending dituruti deh! Lo sih enak belum punya bini, nggak dititipin macem-
macem!”
“Eh, Alice nggak lo beliin apaaa gitu?” tanya Dudy bingung. “Biasanya cewek demen
banget dapat barang bermerek. Lagian, ini kan barang asli, tapi harganya aja kebetulan murah
karena dekat dari Singapura. Gue juga mau nyari sepatu Keds buat manggung nih, punya gue
udah jelek!”
Gue menggeleng. Alice nggak pernah minta apa-apa kalau gue tur keluar kota.
Kelihatannya dia juga ngak begitu suka barang bermerek. Gue jadi teringat clutch yang Alice
pakai di MTV Awards, yang dia bilang diambil dari lemari mamanya. Dia lebih suka barang-
barang yang unik begitu, bukan yang bermerek.
“Udaahh, ikut aja! Ntar pulang kita makan-makan deh! Ngelepasin stres! Sekalian
ngerayain konser tadi yang bebas rusuh! Yuk!”
Sekali lagi gue menggeleng. Prospek untuk berkeliling kompleks pertokoan menemani
Dovan, Dudy, Rey, dan Irvan membelikan oleh-oleh untuk istri mereka membuat gue malas.
Lagian, gue capek... ngantuk...
“Yee... daripada lo suntuk di sini! Gih, cepetan, keburu tokonya tutup!” Dovan
mengguncang-guncangkan badan gue.
“Memangnya kalian tau toko yang jual barang-barang itu di mana? Salah-salah mlah beli
barang tembakan!”
“Ih, geblek ni anak!” Dovan ngakak. “Ya kita nanya sama panitia lah! Ada banyak LO di
bawah sana yang dengan senang hati mau jadi guide dadakan!”
“Ooohhh. Bagus deh.”
“Makanya, ikut! Kalau nggak beliin Alice, ya beliin buat nyokap lo deh! Atau pacarnya
Tora, si Vita! Lumayan, buat hadiah pernikahan, kan?”