Page 112 - dear-dylan
P. 112

Gue menoleh, dan bengong sejadi-jadinya melihat siapa yang tadi menyapa gue.
                    Regina?
                    “Lo...  lo  ngapain  di  sini?”  tanya  gue  bego.  Regina  tersenyum  melihat  gue  yang
               kebingungan.
                    “Gue tadi sore naik flight dari Jakarta ke sini, terus besok mau nyebrang ke Singapura.
               Syuting buat iklan terbarunya GloWhite di sana. Kebetulan pada kepingin nyoba jalur ini nih,
               katanya sih lebih hemat.”
                    Gue  manggut-manggut,  merasa  semakin  bloon.  Memang  sih,  katanya  jalur  Jakarta-
               Batam-Singapura  bisa  lebih  murah  dibanding  penerbangan  langsung  dari  Jakarta  ke
               Singapura. Dan hotel  yang  gue tempati ini kan hotel terbagus di  Batam, jadi nggak heran
               kalau Regina, yang top model dengan bayaran selangit itu, menginap di sini juga.
                    “Yang lainnya pada ke mana?” tanya Regina begitu sadar gue duduk sendiri.
                    “Tadi pergi, nyari oleh-oleh buat istri masing-masing. Gue capek banget tadi, jadi nggak
               ikutan.”
                    “Oh.”  Regina  tersenyum  lagi,  dan  mau  nggak  mau  gue  memerhatikan  penampilannya
               juga.
                    Gue memang bukan cowok  yang ngerti  jenis-jenis  pakaian cewek,  atau tren apa  yang
               sedang  berlangsung  di  New  York-Paris-Milan-Tokyo  sana,  tapi  gue  bisa  melihat  selera
               berpakaian Regina sangat high class. Plus,s emua baju selalu kelihatan bagus di badannya.
               Seperti sekarang, walau dia cuma pakai kaus tanpa lengan warna putih dan jins, dia kelihatan
               cantik  banget.  Dan  dia  mengubah  model  rambutnya  juga  ternyata.  Beda  sih  dari  terakhir
               waktu gue ketemu dia.
                    “Lo  kelihatannya  lagi  bete,  Lan,  ada  apa?”  tanya  Regina  lagi,  dan  gue  tersentak.  Dia
               nggak tahug ue barusan memerhatikan penampilannya, kan?
                    “Gue? Ohh... eh... nggak tuh. Nggak, gue nggak bete. Baik-bak aja kok.”
                    “Gara-gara konser rusuh, ya?”
                    “Lo tahu?”
                    “Iya. Kan gue nonton TV juga.”
                    “Oh.”  Gue  menggaruk-garuk  kepala,  lalu  mengetuk-ngetukkan  jari  ke  pinggir  gelas
               Corona gue. “Mmm... ya namanya konser rusuh, Gin, gue kepikiran juga...”
                    “I see. Tadi habis konser di Batam sini juga?”
                    Gue mengangguk. “Untung yang ini nggak rusuh juga. Gue udah takut aja tadi.”
                    “Wajar,  Lan,  orang  takut  itu  wajar...”  Regina  tersenyum  lagi,  dan  gue  jadi  bingung.
               Bukannya dia... biasanya selalu “ramah” sama gue? “Ramah” dalam artian “rajin menjamah”,
               maksudnya. Kenapa sekarang nggak?
                    Eits! Bukan berarti gue demen dipegang-pegang sama Regina, tapi... ya gue heran aja
               kenapa sekarang tangannya nggak gerayangan ke mana-mana.
                    “Ada masalah lain, ya?” tanya Regina lagi.
                    “Ah, nggak... itu aja.” Gue menggaruk kepala gue sekali lagi.
                    “Lo nggak bakat jadi bintang sinetron, Lan. Nggak jago akting, hihi...” Regina tertawa
               kecil, dan gue langsung malu.
                    “Iya,  ya?  Memang  sih...  gue  lagi  ada  masalah.”  Gue  teringat  aksi  ngambek  Alice.
               “Masalah kecil kok tapi.”
                    “Bener? Kelihatannya lo kepikiran banget gitu?”
   107   108   109   110   111   112   113   114   115   116   117