Page 8 - PEMBINAAN POSTULAN
P. 8
Pembinaan Postulan
Liturgi sebagai ibadat resmi Gereja
Ibadat (h), atau pemujaan dan sembah bakti kepada Tuhan Allah yang dilakukan oleh
Gereja. Kebaktian ini melangsungkan ibadat yang telah dilakukan Yesus sendiri, di
mana Ia bertindak sebagai Imam Agung. Namun Ia pernah bersabda: Sebab di mana
dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah
mereka (Mat. 18:20), sehingga dalam liturgi Gereja. Ibadat ditujukkan kepada Allah
Bapa, melalui Putera-Nya Yesus Kristus. Yesus Kristus di sini berperan sebsgai tugas
Imam, (tugas yang lain adalah sebagai Guru dan Raja).
Konstitusi tentang Liturgi Suci menegaskan:
Untuk melaksanakan karya sebesar itu, Kristus selalu mendampingi Gereja-Nya,
terutama kegiatan liturgis. Ia hadir dalam Korban Misa, baik dalam pribadi pelayan
karena yang sekarang mempersembahkan diri di kayu salib, namun terutama dalam
(kedua) rupa Ekaristi. Dengan kekuatan-Nya Ia hadir dalam Sakramen-sakramen
sedemikian rupa, sehingga bila ada orang yang membabtis, Kristus sendirilah yang
membabtis. Ia hadir dalam sabda-Nya, sebab Ia sendiri bersabda bila Kitab Suci
dibacakan dalam Gereja. Akhirnya Ia hadir, sementara bersabda bila Kitab Suci
dibacakan dalam Gereja. Akhirnya Ia hadir, sementara Gereja memohon dan
bermazmur, karena Ia sendiri berjanji: Bila dua atau tiga orang berkumpul dalam
Nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka. (Mat. 18:20) (SC No. 7)
Semua kegiatan Liturgi dilaksanakan dengan memakai sarana tanda kehadiran Yesus,
karenanya liturgi bersifat sakramental, dengan Yesus sebagai Sakramen Awal dan
Gereja sebagai Sakramen Dasar atau Pelaksana Liturgi. Yang dapat dikategorikan
sebagai Liturgi Gereja adalah semua ibadat yang berkenan Yesus sebagai Imam yakni:
1) Ibadat Sakramen
2) Ibadat Harian
3) Ibadat Sabda yang menggantikan perayaan dan
4) Misa Kudus meski Imam berhalangan hadir
Liturgi sebagai kegiatan Gereja
Pada masa sebelum Konsili Vatikan II, Liturgi merupakan suatu upacara para imam
yang dilakukan sangat indah namun rumit. Dikatakan rumit, karena bahasa yang
digunakan tidak dapat diterima oleh semua umat yang hadir. Umat hanya menjadi
pengagum dan penonton saja, karena tidak diikutsertakan, umat dianggap tidak perlu
mengetahui. Dikarenakan umat dianggap tidak perlu tahu, maka terjadilah
penyimpangan dalam liturgi, umatpun tidak mengerti, sehingga Gereja diserang oleh
para Reformator.
Tahta Suci tatkala dijabat oleh Paus Pius V (1566-1572), menertibkan upacara Liturgi
dengan Ritus Latin sesuai dengan Konsili Trente. Konsili ini dengan keras tidak
membenarkan perubahan ritus dalam Liturgi. Liturgi dengan Ritus Latin berjalan
mulus tanpa hambatan dan perubahan, karena dianggap selaras dengan situasi.
Perubahan terjadi pada masa Paus Pius X (1903-1914). Perubahan dilanjutkan oleh
Paus Pius XII (1939-1958) meliputi penyempurnaan Hukum Gereja tentang Liturgi:
1) pantang yang sebelumnya satu malam sebelum terima komuni dipelonggar
menjadi satu jam
2) pemakaian bahasa modern (Jerman) dapat diterima dan dibenarkan.
3) lagu-lagu liturgi dibernarkan dengan bahasa setempat.
Paus Yohanes XXIII (1958-1963), secara mengejutkan merencanakan Konsili Vatican
II, di mana konsili sebelumnya Konsili Vatikan I terpaksa berhenti karena pecah
29