Page 13 - PEMBINAAN POSTULAN
P. 13
Pembinaan Postulan
Siapa mengganjar lebih baik, majikan atau hambanya? Mengapa engkau meninggalkan
majikan untuk menjadi hamba pada tuan yang kaya hanya untuk orang yang melarat?
Segera ia sadar bahwa apa yang telah dikerjakan tidak berkenan pada Tuhan, dan segera ia
kembali ke Asisi, meskipun ia diejek dan mendapat cemoohan dari teman-temannya.
Kehidupan selanjutnya tetap saja ia hanyut dalam pergaulan remaja, namun temannya mulai
merasakan bahwa apa yang dilakukan Fransiskus tidak dengan sebulat hati. Rupanya
Fransiskus mulai mengenal perintah-perintah keagamaan, ia sering pergi menyendiri,
bertapa, bersemedi di gua-gua atau di hutan dan gunung.
Pada suatu hari ketika ia pergi berziarah ke Roma, ke makam Santo Petrus dan Paulus guna
mencari ketenangan dan penerangan tentang apa yang harus diperbuatnya demi ketenangan
jiwanya. Ia menyaksikan banyak orang kaya yang berkunjung ke makam, namun hanya sedikit
saja mereka menyumbang bagi gerejanya. Dengan perasaan jengkel ia meletakkan seluruh
uang yang ada padanya dalam kotak derma, kemudian ia meminjam pakaian pengemis yang
ada di sekitar makam, dan mencoba menjadi pengemis untuk mengisi ke kotak derma, namun
hasilnya tetap saja tidak memuaskan. Sekembalinya dari Roma ia semakin bingung untuuk
menentukan langkah hidupnya. Kegelisahan ini diketahui oleh teman-temannya, tatkala
mereka menanyakan, dengan sekenanya ia mengatakan bahwa ia tengah jatuh cinta dan
terpikat pada seorang gadis yang sangat cantik, dan akan segera kawin, tetapi ia sadari ternyata
gadis tadi adalah Nona Kemiskinan yang merindukannya.
Perubahan drastis yang terjadi pada kehidupannya yakni ia tidak lagi merasa jijik terhadap
mereka yang tersingkir, menderita kusta dll. Ia telah mampu mengalahkan perasaan diri atau
ego kejijikan dan ia mulai berani memegang, memeluk bahkan akhirnya berani merawat
penderita kusta. Meskipun ia merasa bahaw ini bukan panggilannya namun tetap ia lakukan
dengan segala ketekunannya.
Fransiskus merasa semakin bingung, meskipun ia kenal dekat dengan uskup setempat yakni
Uskup Guido, namun ia enggan untuk berkonsultasi tentang cara kehidupannya yang terbaik
bagi dirinya. Fransiskus masih harus mencari “jati diri” yang sebenarnya.
Tuhan menghendaki yang lain, demikian jalan pikirannya, perasaan iu berjalan terus hingga
sekalio peristiwa, tatkala ia melaksanakan tugas dari orang tuanya berjualan kain ke kota
Foligno, ia menyempatkan diri singgah di sebuah gereja San Damiano di pinggir kota Asisi.
Dia berlutut di depan sebuah salib yang bergaya Bisantin, dalamdoanya ia merasa bahwa salib
tsb seolah berkata:
“Fransiskus,
tidakkah kau lihat rumah-Ku nyaris roboh?
Pergilah, perbaikilah itu bagi-Ku.”
Setelah perintah itu didengarnya berulang kali, barulah dengan penuh kesadaran,
diperhatikannya bahwa gereja San Damiano ini memang sudah sangat tua, dan hampir roboh,
maka memperbaiki adalah tugas utama baginya. Itulah anggapannya, maka segera ia
melanjutkan perjalanannya ke Foligno, melaksanakan tugas menjual kain dan setelah selesai,
ia segera kembali ke Gereja San Damiano, dan menyerahkan uang seluruh hasil penjualan kain
ayahnya ke pastor setempat untuk memperbaiki gereja. Sudah barang tentau pastor menolak
karena takut akan mendapat kesulitan dengan keluar Piere Bernardone yang dikenalnya.
Fransiskus segera meletakkan uang tsb di jendela gereja, ia enggan pulang melainkan mau
menetap di pastoran. Pastor tidak mampu menolaknya, dibiarkannya ia menetap di sana,
diberikannya makan dan minum. Fransiskus mulai memperbaiki gereja, berbekal
pengalamannya tatkala membangun benteng pagar kota Asisi dalam peristiwa perang
34