Page 26 - 220719_Dialog Kinerja 3 Tahun Badan POM
P. 26
"Keluar dari zona nyaman. Saya memindahkan staf dan bukan sembarangan memindahkan
saja. Pemindahan itu dilakukan agar staf makin inovatif. Sering sekali saya dibilang otoriter.
Tapi itu strategi yang diperlukan," tutur Penny.
Upaya yang dilakukan Penny terkadang bertentangan dengan birokrasi yang ada.
"Jangan terlalu lama dan nyaman (di satu divisi). Nanti tidak berinovasi. Harus ada perubahan
mengubah situasi, perubahan mindset," lanjut Penny
Penny juga menyampaikan pendapatnya mengenai Rancangan Undang-Undang (RUU)
BPOM yang kini sedang dibahas legislatif. Pengesahan RUU tersebut dapat meningkatkan
anggaran BPOM. Pada akhirnya, luas cakupan pengawasan, pembuatan program-program
strategis, pendampingan industri kecil dan menengah (IKM) dan tenaga sumber daya
manusia dapat bertambah.
“Tidak hanya kantor yang modern, tapi juga laboratorium pengujian dan infrastruktur teknologi
informatika yang terbaik. Saya ingin BPOM ada regionalisasi laboratorium,” paparnya.
Menurut Penny, regulasi merupakan hal yang sangat penting bagi proses pengawasan.
Penny berpendapat dengan adanya Undang-Undang BPOM, akan ada terjemahan lainnya
dalam bentuk peraturan menteri dan pemerintah daerah.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua Umum Gabungan Pengusaha Farmasi (GP
Farmasi) Ferry Soetikno menyampaikan BPOM harus menggunakan sistem elektronik dalam
proses perizinan dan evaluasi obat sebagai terobosan dalam era digital.
Selain itu, Ferry menilai para pelaku industri farmasi lokal ingin agar BPOM lebih transparan
dan meningkatkan kepastian berusaha. Menurutnya, kedua hal tersebut harus terintegrasi
dalam proses penerbitan izin produksi.
Ferry berharap BPOM dapat memimpin dalam Organisasi Kerja sama Islam (OKI) untuk
memperluas potensi ekspor ke negara-negara Timur Tengah.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi
Lukman mengatakan BPOM dan pemangku kepentingan lainnya agar dapat melakukan
penetrasi ke pasar global agar lebih tinggi lagi. Pasalnya, potensi sumber daya dan industri di
dalam negeri besar, tetapi masih tertahan karena banyak kendala seperti regulasi dan
ketersediaan bahan baku.
“Kita perlu melakukan benchmark kepada negara yang lebih cepat, terutama pada negara di
wilayah Asia Tenggara yang sangat cepat pertumbuhannya,” kata Adhi.