Page 8 - The 13th Session Codex Committee on Contaminants in Foods (CCCF)
P. 8
https://ekonomi.bisnis.com/read/20190429/9/916668/i Pertemuan CCCF ke-13 yang dihadiri oleh
ndonesia-tuan-rumah-sidang-keamanan-pangan
sekitar 250 orang peserta dari sekitar 60 negara
anggota Codex ini membahas standar
Bisnis.com, JAKARTA – Indonesia menjadi tuan
keamanan pangan dan upaya pencegahan
rumah sidang Codex Committee On
kontaminasi senyawa berbahaya dalam
Contaminants In Foods Ke-13. Agenda tahun ini
pangan, baik produk mentah, produk antara
membahas mengenai standar batasan
atau produk olahan yang akan dikonsumsi.
kandungan beberapa senyawa dalam produk
makanan.
Codex Alimentarius Commission (CAC)
Penny K. Lukito, Kepala Badan Pengawas Obat merupakan organisasi internasional di bidang
dan Makanan (BPOM), mengatakan bersama standarisasi pangan yang dibentuk FAO dan
World Health Organization (WHO), Food and WHO pada 1963, dengan total 189 negara
Agriculture Organization (FAO) dan Ministry of anggota.
Agriculture, Nature and Food Quality of
Netherland, BPOM menjadi tuan rumah CAC menetapkan standar keamanan pangan
pertemuan tahunan The 13th Session Codex melalui ketentuan higienis, bahan tambahan
Committee on Contaminants in Foods (CCCF) pangan, residu pestisida dan obat hewan,
yang dilaksanakan pada 29 April -- 3 Mei 2019 cemaran, pelabelan, metode analisis dan
di Yogyakarta. pengambilan sampel, serta prosedur inspeksi
dan sertifikasi ekspor impor.
Sidang CCCF ke-13 yang dilaksanakan tahun ini
akan membahas permasalahan global yang Penny menjelaskan bahwa Indonesia telah
terjadi di bidang pangan, antara lain batasan bergabung menjadi anggota CAC sejak 1971
cadmium (Cd) pada cokelat dan produk dan terus berperan aktif dalam pembahasan
turunannya, mycotoxins pada rancangan standar internasional yang
spices, methylmercury pada diterbitkan oleh Codex.
ikan, aflatoxinsdalam sereal dan kacang-
kacangan, hydrogen cyanide pada singkong dan
produk turunannya, pengurangan 3-MCPDE
dan glycidyl esters dalam proses pemurnian
minyak goreng dan produk turunannya.
“Beberapa produk ekspor Indonesia pernah
mendapat penolakan dari negara tujuan
ekspor. Hal ini dapat terjadi karena adanya
perbedaan standar terkait batas kandungan
senyawa tersebut,” ujarnya, Senin (29/4/2019)