Page 64 - MODUL 3
P. 64

memaksanya,  namun  boneka  emas  itu  tak  juga  diserahkan  oleh  Galuh  Cendra
                        Kirana.  Kemarahan  ayahnya  timbul,  sehingga  rambut  Galuh  Cendra  Kirana
                        diguntingnya. Sejak itulah ia merasa, bahwa hidup di istana merupakan hidup di
                        bara api. Apalagi sudah ternyata, bahwa ayahnya telah membencinya. Pada suatu
                        malam ia melarikan diri dengan ibu tirinya, selir raja yang pertama, Mahadewi,
                        bersama-sama dengan dua orang pengiringnya Ken Bayan Ken Sengit. Di daerah
                        antara perjalanan Daha dan Kuripan ia mendirikan sebuah keraton, sedang namanya
                        diubah dengan Panji Semirang Asmarantaka. Begitu juga dengan dua pengiringnya
                        menyamar  pula  sebagai  orang  laki-laki  dan  namanya  pun  berubah.  Ken  Bayan
                        dengan Kuda Perwira sedang Ken Sengit dengan Kuda Peranca.

                        Kerajaan  baru  itu  makin  besar,  karena  keberanian  kedua  orang  pengiring  Panji
                        Semirang yang merampas harta benda orang yang lalu di situ. Utusan Raja Kuripan
                        ke Daha dapat pula dikalahkan, sehingga Raden Inu sendirilah yang datang untuk
                        menuntut balas. Tetapi apa yang terjadi? Setelah Raden Inu melihat wajah Panji
                        Semirang, ia terpesona dan tak kuasa pula untuk menuntut balas. Malahan terjadi
                        suatu persahabatan. Dengan demikian, Raden Inu dapat meneruskan perjalanannya
                        ke  Daha  untuk  melangsungkan  perkawinannya  dengan  Galuh  Cendra  Kirana.
                        Bukan  kesenangan  dan  kegembiraan,  tetapi  penyesalan  dan  kekecewaan  yang
                        didapatinya di Daha, karena Galuh Cendra Kirana sudah tak ada di sana. Walaupun
                        demikian  perkawinan  itu  dilangsungkan  juga  dengan  Galuh  Ajeng,  karena
                        permintaan yang keras dari ibunya, Paduka Liku, kepada Ratu Daha. Perkawinan
                        itu tidak membawa kebahagiaan kedua belah pihak, karena tak ada benih cinta dan
                        senang yang tertanam di dalamnya. Malahan Raden Inu mulai curiga, bahwa Panji
                        Semirang itu ialah kekasihnya, Galuh Cendra Kirana. Daha ditinggalkannya untuk
                        menyusul  Panji  Semirang  di  kerajaan  baru  itu  bersama-  sama  dengan  3  orang
                        pengiringnya: Jeruje Kartala, Persanta, dan Punta.

                        Kekecewaan yang kedua tak dapat pula ditolaknya. Kerajaan baru itu sudah kosong.
                        Panji  Semirang  dengan  pengiring-pengiring-nya  telah  meninggalkan  tempat  itu
                        menuju Gunung Wilis, tempat pertapaan bibinya. Raden Inu hanya mendapatkan
                        Mahadewi,  yang  tidak  dibawa  dalam  perjalanan  pindah  karena  sudah  tua.  Ia
                        didapatinya sedang menangis. Perkataannya yang keluar mengatakan, bahwa Panji
                        Semirang memanglah Galuh Cendra Kirana, putri Ratu Daha. Setelah Mahadewi
                        diantarkan ke Daha kembali, berangkatlah Raden Inu menyusul kekasihnya dengan
                        nama  samaran  Panji  Jayeng  Kesuma.  Dalam  perjalanannya  Panji  Semirang
                        meninggalkan  pakaian  lakilakinya.  Puspa  Juwita  dan  Puspa  Sari,  kedua  putri
                        pemberian Raja Mentawan yang kalah perang terkejut. Mereka baru mengetahui,
                        bahwa  Panji  Semirang  adalah  seorang  perempuan.  Setelah  merintis  hutan  dan
                        gunung sampailah mereka ke pertapaan Biku Gandasari di Gunung Wilis. Mereka
                        disambut dengan ramah tamah. Beberapa hari mereka tinggal di pertapaan itu. Pada
                        suatu hari Biku Gandasari menyampaikan kata kepada kemenakannya, bahkan cita-
                        citanya  akan  sampai  juga  kalau  ia  pada  hari  itu  berangkat  meninggalkan
                        pertapaannya dan menyamar sebagai seorang gambuh (= penari) Panji Semirang
                        dan  pengiringnya  mengenakan  pakaian  laki-laki  lagi.  Galuh  Cendra  Kirana
                        mengubah namanya lagi dengan Gambuh Warga Asmara.








                                                              59
   59   60   61   62   63   64   65   66   67   68   69