Page 66 - MODUL 3
P. 66
Itulah Ken Bayan dan Ken Sanggit, dayang-dayang yang berpakaian pria dan
berganti nama pula. Yang seorang bernama Kuda Perwira dan yang seorang lagi
dipanggilkan Kuda Peranca.
Tugas mereka berat. Mereka harus mencegah orang-orang yang lewat, baik yang
datang dari arah Kuripan menuju Daha, maupun sebaliknya. Hanya orang-orang
Gagelang dibolehkan terus berjalan tetapi yang lain harus dipaksa menghadap Panji
Semirang. Kuda Peranca matanya beringas melihat serombongan pedagang yang
hendak lalu. Ujung kumis palsu dipelintir, supaya kelihatan bertambah bengis.
Tangan kiri memegang tombak. Tangan kanan bertolak pinggang. Berjalan gagah
seperti juara silat. Pangkal tombak ditumbukkan ke tanah. Mulut membentak,
“Berhenti!” Para pedagang kecil hatinya melihat tingkah laku Kuda Peranca, lalu
berhenti berjalan.
“Kalian dari mana ? Mau ke mana ?”
“Kami dari Gegelang,” jawab seorang kepala rombongan pedagang.
“Semua dari Gagelang ?”
“Betul! Kami hendak berdagang.”
“Hem! Dari Gagelang !” Kuda Peranca berkata sendirian sambil menatap
pedagang-pedagang itu seorang demi seorang. Tangan memelintir ujung kumis
palsu.
“Kabarkan kepada orang-orang di negeri kalian tentang negeri kami. Raja kami
ialah Sri Baginda Panji Semirang Asmarantaka. Raja gagah perkasa tapi adil.”
Demikian perintah Kuda Peranca kepada pedagang-pedagang itu. Maksudnya
agar supaya nama Panji Semirang dikenal orang di mana-mana.
“Baik Raden!” sahut para pedagang itu serentak.
”Kalian boleh lewat,” kata Kuda Peranca.
Kemudian berjalanlah rombongan pedagang itu dengan hati lega, diikuti oleh
pandangan mata Kuda Perwira dan Kuda Peranca.
Selang beberapa jam sesudah itu, tampak pula serombongan orang yang hendak
lalu. Kuda Peranca dan Kuda Perwira bersiap-siap hendak menegur bersama- sama.
Sebab orang-orang yang hendak lewat itu agak besar jumlahnya.
“Berhenti !” teriak Kuda Peranca dan Kuda Perwira dengan suara lantang.
“Kalian dari mana ? Mau ke mana ?”
61