Page 69 - MODUL 3
P. 69
Negeri Mcntawan semakin lemah, semakin mundur. Raja Mentawan cemas hatinya
dan merasa takut kalau-kalau negerinya akhimya diserang dan dijajah Baginda
Panji Semirang.
Menumt dugaannya Baginda Panji Semirang itu orangnya jahat, ganas. Badannya
tinggi besar seperti raksasa. Gagah perkasa tanpa tanding.
“Jika negeriku diserang, rakyatku rusak binasa. Permaisuri dan kedua putriku pasti
menjadi korban juga. Dijadikan seperti barang rampasan.” Demikian pikir Raja
Mentawan. Perasaannya rusuh. Pikirannya kelam kabut. Lebih-lebih mengingat
kepada kedua putrinya, Puspa Juita dan Puspa Sari.
Pada suatu hari isi keraton Mentawan menjadi gempar. Beratus-ratus orang dari
desa-desa pinggiran, berbondong-bondong menuju ibu kota. Sebab di perbatasan
negeri, tampak pasukan tentara Baginda Panji Semirang. Orang-orang menduga
negeri Mentawan akan diserang musuh yang sangat kuat.
Raja Mentawan segera mengutus Patih pergi ke perbatasan untuk menyelidiki benar
tidaknya kabar yang disampaikan orang-orang pengungsi itu. Patih bersama-sama
hulubalang dan beberapa prajurit segera berangkat ke perbatasan. Betul! Dari jauh
sudah kelihatan betapa banyak lasykar musuh yang sedang berkemah di sana.
Dengan hati berdebar-debar Patih terus mendapatkan hulubalang pasukan Panji
Semirang dan minta izin hendak menghadap Sri Baginda. Permintaan Patih
diperkenankan. Dengan dihantarkan Hulubalang Kuda Perwira dan Kuda Peranca,
Patih menghadap Sri Baginda Panji Semirang.
Patih terkejut ketika melihat Sri Baginda yang sangat cantik itu. Sungguh di luar
dugaan ! Sebab ia menduga akan berhadapan dengan seorang raja yang serba kasar
tingkah lakunya; yang jahat dan bengis perangainya. Tetapi kiranya ia berhadapan
dengan raja yang gagah perkasa tapi molek cantik. Sangatlah kagum Patih melihat
kecantikan paras Sri Baginda Panji Semirang! Serasa menghadap sang Dewa
Kamajaya dari keindraan.
“Paman Patih ! Harap Paman sampaikan sembah sujud kami ke hadapan Paduka
Sri Baginda Mentawan. Jika Paduka Raja berkenan hati kami bermaksud hendak
menghadap untuk mengeratkan silaturahmi kami dengan Paduka Raja. Kami
menunggu balasan Paduka Raja, Paman.” Demikian sabda Baginda Panji Semirang.
Bukan main-main lega hati Patih mendengar sabda Baginda Panji Semirang
demikian. Dengan khidmat Paman Patih bersembah, “Hamba junjung setinggi-
tingginya sabda Paduka. Hamba mohon diri.”
Patih segera naik kuda. Terus kembali ke istana Mentawan.
Kegemparan di istana mendadak menjadi reda. Kegelisahan hati segera hilang
lenyap, setelah Patih mempersembahkan berita dari perbatasan itu. Dan segera pula
Baginda Raja menitahkan Patih mengatur segala persiapan untuk menyambut
64