Page 288 - Membersihkan Nama Ibn Arabi_Dr. H. Kholilurrohman, MA
P. 288
Membersihkan Nama Ibn Arabi | 286
Demikian pula dalam pembahasan sifat Sama’, Bashar, Qudrah
dan Kalâm. Ibn Arabi seakan hanya hendak bersaksi dengan sifat-
sifat ketuhanan tersebut. Secara teologis pembahasan tersebut cukup
pendek, bahkan mungkin sangat pendek bagi sebuah argumen
rasional jika di banding dengan penjabaran para ulama’
mutakallimin. Sekali lagi, beliau menulis penjelasan sifat-sifat Allah
tersebut mungkin hanya sebagai kesaksian dan ikrar semata dengan
keyakinan yang ia peluk, sebagaimana hal ini tersirat pada
permulaan tulisan risalahnya ini. Secara garis besar penjelasan
beliau dapat dikatakan sama dengan dogma-dogma mayoritas
ulama Salaf maupun Khalaf. Dengan demikian penisbatan akidah
wahdah al-wujûd, hulûl atau ittihâd kepada Ibn Arabi, bahkan dengan
mengatakan bahwa Ibn Arabi pembawa bendera akidah-akidah
tersebut adalah kedustaan belaka. Dan salah satu karya beliau ini
sangat jelas, bahkan merupakan kesaksian dan ikrar beliau sendiri
bahwa keyakinan yang ia peluk adalah keyakinan mayoritas umat
Islam; al-Sawâd al-A’zham al-Firqah al-Nâjiah.
Abi Thalib, Abdullah ibn al-Mubarak, al-Hasan al-Bashri, Khalifah Umar ibn
Abdil ‘Aziz dan lainnya.
Syaikh al-Zahid al-Shaffâr, salah seorang ulama terkemuka dalam madzhab
Hanafi, berkata: “Wajib mengkafirkan seorang Qadariyah yang berkeyakinan
bahwa manusia menciptakan perbuatannya sendiri, atau yang berpendapat
bahwa Allah tidak menghendaki kejadian keburukan”. Di antara ulama madzhab
Syafi’i yang menyatakan kekufuran keyakinan Qadariyah; al-Baihaqi, al-Bulqini,
al-Mutawalli, Imâm al-Haramain dan lainnya. Dari madzhab Maliki; Syist ibn
Ibrâhin, al-Tilmisâni, Abu Bakr ibn al-‘Arabi dan lainnya. Lebih luas lihat
Abdullah al-Harari dalam Sharîh al-Bayân Fi ar-Radd ‘Alâ Man Khâlaf al-Qur’an, cet.
Dar al-Masyari, Bairut, juz. 1, h. 31-63. Al-Imam Muhammad Murtadla al-Zabidi
dalam Ithâf as-Sâdah al-Muttaqin Bi Syarh Ihyâ’ Ulûm al-Dîn, berkata: “Para ulama
di seberang sungai Jaihun (Mâ Warâ’ al-Nahr) tidak pernah berhenti dari
mengkafirkan golongan Mu’tazilah”. Lihat kitab juz 2, h. 432.