Page 88 - Membersihkan Nama Ibn Arabi_Dr. H. Kholilurrohman, MA
P. 88
Membersihkan Nama Ibn Arabi | 86
menyesatkan ini berangkat dari pemahaman membeda-bedakan
dalam tataran praktis antara hakikat dan syari’at, atau dalam
istilah mereka antara zahir dan batin. Kesimpulan sesat ini
seringkali didasarkan, di antaranya, kepada kisah nabi Musa dan
nabi Khadlir.
Mereka mengatakan bahwa ahl azh-zhâhir yaitu para ulama
syari’at hanya bergelut di medan ilmu-ilmu praktis saja,
sementara ahl al-bâthin atau ahl al-haqîqah telah sampai kepada
tujuannya. Dan karenanya, ahl al-bâthin ini, -menurut mereka-,
tidak lagi membutuhkan kepada ajaran-ajaran syari’at, karena
semua amalan syari’at pada dasarnya hanya merupakan sarana
atau media belaka dalam usaha mencapai hakikat, sementara
mereka telah sampai kepada hakikat tersebut 107 .
Keyakinan semacam ini jelas merupakan kesesatan dan
kekufuran. Karena Rasulullah tidak datang dengan membawa
dua syari’at; syari’at untuk ahl azh-zhâhir dan syari’at untuk ahl
al-bâthin. Ajaran yang dibawa Rasulullah ditujukan bagi seluruh
manusia tanpa terkecuali. Benar, tujuan dari pengamalan ajaran-
ajaran syari’at adalah untuk mencapai derajat ahl al-ma’rifah, ahl
al-taqwâ, dan menjadi manusia-manusia yang dicintai oleh Allah
(Auliyâ’ Allah). Tetapi derajat agung tersebut tidak akan pernah
107 Ibn Arabi yang oleh sebagian orang dianggap telah membuat dikotomi
antara hakekat dan syari’at justru sebaliknya, beliau menentang adanya
pemilahan semacam ini. Beliau memandang bahwa hakekat dan syri’at adalah
satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Adanya dikotomi
semacam ini adalah penyebab utama dari lahirnya faham yang membedakan
antara ulama syari’at dan ulama hakekat. Kesimpulan selanjutnya dari faham
sesat ini adalah menetapkan adanya perbedaan jalan yang ditempuh oleh dua
kubu tersebut. Lebih lengkap ungkapan-ungkapan Ibn Arabi tentang masalah ini
lihat pada bab kajian karya-karya Ibn Arabi dari buku ini.