Page 93 - Membersihkan Nama Ibn Arabi_Dr. H. Kholilurrohman, MA
P. 93

Membersihkan Nama Ibn Arabi | 91

              tujuan  utama  para  kaum  sufi.  Kemudian  rintangan-rintangan
              jalan  yang  dilalui  ulama  fiqih  dalam  mencari  ilmu  adalah  juga
              rintangan  yang  sama  yang  dihadapi  kaum  sufi  dalam  sulûk
              mereka. Maka syari’at adalah tarekat, dan tarekat adalah syari’at.
              Keduanya  adalah  kesatuan  yang  tidak  dapat  dipisahkan,
              kandungan atau isi dan tujuannya adalah satu. Perbedaan hanya
              dari segi lafazh saja. Jika seorang sufi mengingkari seorang ahli
              fiqih  (al-faqîh),  maka  tidak  lain  sufi  tersebut  pasti  seorang  yang
              tertipu. Demikian sebaliknya, jika seorang ahli fiqih mengingkari
              seorang sufi maka tidak lain ahli fiqih tersebut pasti seorang yang
              dijauhkan oleh Allah dari karunia-Nya    114 .
                     Seorang  wali  Allah,  seluhur  apapun  derajat  takwa  dan
              kemuliaan yang telah ia raih, maka kewajiban-kewajiban syari’at
              akan  selalu  tetap  ada  pada  pundaknya  dan  tidak  akan  pernah
              gugur  darinya.  Rasulullah  tidak  pernah  mengajarkan  bahwa
              seseorang  bila  telah  mencapai  derajat  tinggi  maka  kewajiban
              syari’at  menjadi  gugur  darinya.  Oleh  karenanya,  kita  tidak
              menemui satupun keadaan di antara para sahabat nabi di mana
              kewajiban-kewajiban  syari’at  telah  gugur  dari  sebagian  mereka.
              Padahal  banyak  di  kalangan  sahabat  tersebut  yang  notabene
              sebagai  para  wali  Allah,  bahkan  sebagai  para  wali  terkemuka
              (Kibâr al-Auliyâ’). Sahabat Abu Bakr ash-Shiddiq misalkan, adalah
              orang  yang  paling  mulia  dari  seluruh  umat  Muhammad,
              pemimpin tertinggi dalam derajat kewalian, dan lebih utama dari
              seluruh wali Allah yang  hidup sesudahnya, bahwa beliau tidak
              pernah  sedikitpun  merasa  bahwa  kewajiban-kewajiban  syari’at
              telah  gugur  darinya.  Dua  puluh  empat  jam  dari  setiap  detik



                 114  ar-Rifa’i, Maqâlât Min al-Burhân…, , h. 80-81
   88   89   90   91   92   93   94   95   96   97   98