Page 15 - Buku Digital_Julika Supriani (2006101020054)
P. 15
Program yang dilaksanakan dalam dua tahap selama
lima tahun hingga 2007 itu, sekarang masih memasuki
tahap pertama yang direncanakan selama tahun 2003-
2004. Dalam bidang teknologi roket pun juga kurang
berhasil. Akibatnya, pengem- bangan teknologi roket di
Indonesia terhenti, sementara negara-negara Asialain,
seperti India dan Cina, yang lebih belakangan menekuni
teknologi ini akhirnya melampaui Indonesia dengan
keberhasilannya meluncurkan roket pengangkut satelit
ke antariksa.
Indonesia sebenarnya memiliki potensi yang jarang
dimiliki negara lain untuk mengembangkan teknologi
antariksanya sendiri. Potensi itu berupa garis
katulistiwa yang membentang di atasnya. Sekitar 13%
dari garis katulistiwa berada di atas wilayah Indonesia.
Dengan demikian, Indonesia tercatat sebagai negara
pemilik garis katulistiwa yang terpanjang di dunia. Hal
ini menjadikan wilayah Indonesia sebagai tempat yang
sangat ideal untuk menjadi lokasi peluncuran roket
pengangkut satelit. Peluncuran roket dari dekat garis
katulistiwa akan lebih menghemat bahan bakar roket,
dan karenanya lebih murah dari segi biaya. Potensi
inilah yang juga diminati oleh pihak asing.
Rusia misalnya, sudah lama mengincar Pulau Biak
di Irian Jaya (Papua) untuk menjadi lokasi bandar
antariksanya. Tapi karena kita kurang cepat
menanggapi tawaran itu, Akibatnya, Rusia akhirnya
memilih Pulau Christmast di Australia sebagai lokasi
bandar antariksanya.