Page 2 - Kisah perjalanan SUPARDI 2901-1-123
P. 2

setelah  menikah  aku  diberi  nama  tambahan,  Suroatmojo.  Suro,
               nama bapakku. Atmojo artinya “anak dari”.
               Setelah  aku  telusuri,  hari  Kemis  Pon  itu  bertepatan  dengan  27
               Sapar 1887 (Jawa), atau 27 Shafar 1365 H. Apabila dikonversikan
               ke dalam kalender Nasional, sama dengan 31 Januari 1946. Sayang
               pada waktu itu di desa, kelahiranku  tidak dibuatkan akte, bahkan
               surat  keterangan  lahir  pun  tidak.  Aku  tidak  mempunyai  bukti
               tertulis tentang hari kelahiranku.

               Mereka yang senang dengan cerita wayang, memberi nama anak-
               anak  dengan  nama  tokoh  pewayangan  seperti  Arjuno,  Gatot,
               Bimo, Sadewo, Srikandhi, atau Larasati. Ada juga yang memberi
               nama anak-anaknya seperti nama Arab bagi mereka yang pernah
               mengaji,  tetapi  dengan  dialek  Jawa,  misalnya  Mukamad,  Usman,
               Umar, Katijah, Patimah, Yusup, Yahyo, atau Salamun. Namun juga
               biasa mereka memberi nama dikaitkan dengan doa dan harapan,
               seperti  Slamet,  Raharjo,  Rahayu,  Lestari,  Sugih,  Widodo,  atau
               Mulyono.

               Setiap hari Kemis Pon, hari kelahiranku, atau disebut weton, yang
               selalu  berulang  setiap  35  hari,  oleh  simbok  diperingati  dengan
               membuat sepiring nasi berkah, diletakkan di tempat biasanya aku

               tidur, dengan didoakan agar aku tumbuh sehat, selamat, enteng
               rezeki,  enteng  jodoh,  hidup  berbahagia,  berbakti  kepada  orang
               tua,  baik  kepada  saudara  dan  masyarakat,  dan  selalu  dalam
               lindungan Allah SWT, seperti juga yang dilakukan kepada kakak-
               kakakku. Kebiasaan itu berlaku sampai kami menikah. Kami tidak
               mengenal acara ulang tahun, tetapi kami memperingati hari lahir,
               atau  weton.  Kami  tidak  memperingati  hari  ulang  tahun,  di
               samping bukan menjadi kebiasaan keluarga, juga karena tidak ada
               catatan yang pasti tentang tanggal kelahiran.

               Mbah Mentodikromo adalah bekel atau lurah Koripan. Di tengah
               menjabat,  beliau  wafat.    Selanjutnya,  Mbah  Surotaruno  ditunjuk
               oleh rembug desa sebagai lurah pengganti, menunggu anak laki-
               laki pertama  siap  mengemban  tugas  sebagai  lurah.  Dulu  jabatan
   1   2   3   4   5   6   7