Page 3 - Kisah perjalanan SUPARDI 2901-1-123
P. 3
lurah itu diwariskan, dengan syarat, pewaris mempunyai “sifat
kandel”, yaitu selain mempunyai kemampuan manajerial, harus
mempunyai ilmu kanuragan, agar mampu menjalankan tugas
administrasi dan mengatasi berbagai ancaman keselamatan diri,
keluarga, dan warga desanya. Konon untuk tujuan itu bapak
disekolahkan ke HIS bahkan hampir masuk MULO, belajar ke
pesantren dan belajar ilmu kanuragan.
“Ilmu kanuragan” adalah ilmu supranatural untuk tujuan bela diri,
yaitu untuk bertahan dari maupun untuk melakukan serangan
kepada lawan, baik secara fisik maupun nonfisik.
Setelah dirasa cukup dewasa dan dipandang mampu mengemban
tugas, jabatan
lurah oleh mbah Surotaruno diserahkan kepada bapak, dan
sekaligus diambil menjadi menantu.
Koripan itu dahulunya Pakuwuan, yang wilayahnya adalah
Sumbergiri. Sekarang merupakan bagian dari wilayah kekuasaan
“Keraton Ngayogyokarto Hadiningrat”, kelanjutan dari Kerajaan
Mataram. Keraton Ngayogyokarto dengan rajanya bergelar
Sultan. Keraton Ngayogyokarto adalah kerajaan yang merdeka
tidak berada di bawah kekuasaan Hindia Belanda. Setelah
Indonesia merdeka, terjadi perubahan tata kelola pemerintahan.
Sultan Hamengku Buwono 1X, Sultan Jogja waktu itu,
menyerahkan kedaulatan kerajaan kepada Republik Indonesia.
Ngayogyokarto Hadiningrat menjadi Provinsi, bagian dari NKRI,
dengan status Daerah Istimewa, menjadi Daerah Istimewa
Yogyakarta atau lebih dikenal dengan DIY. Koripan dipersempit,
kemudian menjadi Pedukuhan, bagian dari Kelurahan Sumbergiri.
Bapak dipensiun. Sebagai penghargaan atas pengabdiannya, bapak
diberi hadiah tanah bengkok. Bapak kemudian diganti oleh Lurah
baru yang dipilih oleh rakyat secara demokratis. Setelah bapak
meninggal, tanah bengkok dikembalikan kepada Pemerintah Desa.
Aku tidak mengenal kakek dan nenekku, bahkan foto-foto atau
gambar pun tidak ada. Waktu itu, foto atau gambar bagi orang
desa adalah sesuatu yang langka. Aku hanya tahu makam mereka,