Page 4 - Kisah perjalanan SUPARDI 2901-1-123
P. 4
karena setiap menjelang lebaran selalu diajak bapak berziarah ke
TPU Melikan. Sayang, makam mereka sekarang sudah tidak
berbekas. Berdasar pengalaman itu, agar tidak kehilangan
petilasan, kemudian bapak membangun pemakaman keluarga, di
lahan pribadi, di samping TPU sekarang.
Aku anak bungsu dari 9 bersaudara. Kakak pertama Maki, laki
(meninggal 2019, pada usia 100 tahun), berturut turut, Mukinem,
perempuan (meninggal 1957, pada usia 36 th, karena wabah
penyakit), Diyem, perempuan (meninggal 1998, pada usia 75 th),
Satam, laki (meninggal 2014, pada usia 84 th), Yahyo, laki,
Sanggiyo, laki, Sayem, perempuan, dan Kartinem, perempuan
(meninggal 1950, pada usia 7 th, konon karena wabah ).
Sejak lahir hingga lulus SMP, aku tinggal di desa, di pedukuhan
Koripan. Aku hanya pernah meninggalkan desa sebentar, selama
sekitar satu bulan, waktu aku bersekolah di SMPN Wonosari.
Koripan adalah pedukuhan kecil, bagian dari desa Sumbergiri,
Kecamatan Ponjong, terletak di bawah rangkaian perbukitan
kapur, sekitar 30 km dari kota Wonosari, ibukota Kabupaten
Gunungkidul. Dulu tempat ini tidak akan ditemukan dalam peta
atau atlas, tetapi sekarang sudah bisa diakses dengan teknologi
GPS.
Sejak dulu Kabupaten Gunungkidul dikenal sebagai daerah tandus
yang kering dan gersang. Tanahnya terdiri dari batuan kapur
karas sisa-sisa dari gunung berapi purba dan tanah lempung atau
clay, sehingga air hujan langsung meresap kedalam bumi.
Karenanya di sana banyak didapati sungai bawah tanah, seperti di
Bribin dan Gua Pindul. Apabila musim penghujan becek dan
apabila kemarau tanahnya retak-retak membentuk alur yang
disebut telo. Penduduk Gunungkidul, yang hidupnya bergantung
sepenuhnya kepada hasil pertanian dikenal sangat miskin.
Namun Koripan tidak segersang seperti yang dibayangkan orang,
karena di sana terdapat mata air atau “sumber air” yang tidak
pernah surut sepanjang tahun, sehingga desaku cukup hijau dan