Page 5 - Kisah perjalanan SUPARDI 2901-1-123
P. 5

permai. Bisa jadi nama desaku Sumbergiri, diambil dari  keadaan
               ini, karena ada “sumber air dibawah “giri” (gunung). Oleh karena
               itu, di desaku, selain tegalan atau ladang juga ada persawahan.

               Dukuh  Koripan  sungguh  sepi,  tetapi  kehidupan  masyarakatnya
               damai, ayem, tentrem, ciri khas kehidupan petani. Tidak ada hiruk
               pikuk lalu lintas kendaraan, sepeda pun hanya ada beberapa, tidak
               ada  sepeda  motor  apalagi  mobil.  Kemana  pun  orang  pergi,
               mereka berjalan kaki. Tidak ada jalan beraspal. Jalan besar yang
               membelah  desa  hanya  diperkeras  dengan  batu,  jalan  makadam.
               Apabila  sekali-sekali  ada  truk  yang  melintas  untuk  mengambil
               kotoran kelelawar ke “Guwo Lowo”, akan menjadi tontonan bagi
               anak-anak,  sehingga  mereka  berlarian  ke  pinggir  jalan  untuk
               melihat, dan itu pun datangnya belum tentu setahun sekali.
               Tidak ada hiruk pikuk hiburan, tidak ada listrik, tidak ada radio
               apalagi televisi. Pesawat radio hanya dimiliki orang tertentu dan di
               kantor  kecamatan.  Televisi  baru  ada  sekitar  tahun  1964,  hitam
               putih,  hanya  dimiliki  orang  kaya  di  kota,  dan  siarannya  hanya
               dapat ditangkap di kota-kota besar.
               Penduduk  menggunakan  senthir  untuk  penerangan  rumah  di
               malam  hari.  Beberapa  warga  yang  mampu,  menggunakan  lampu
               teplok.  Apabila  ada  warga  yang    menyelenggarakan    hajatan

               mereka menyewa lampu petromak.
               Apabila terpaksa harus bepergian di malam hari yang gelap gulita,
               orang menggunakan obor, disebut oncor. Lampu senter seperti
               yang sekarang ini masih langka.

               Mata  pencaharian  penduduk  hampir  semua  bertani,  hanya
               beberapa  orang  yang  menjadi  guru  SR  atau  pedagang  kecil.
               Bahkan  guru  SR-ku  masih  didatangkan  dari  luar  desa,  dari
               Wonosari, Jogja, Kulonprogo, Prambanan bahkan dari Semarang.
               Semua penduduk beragama Islam, walaupun sebagian besar Islam
               abangan.  Kehidupan  penduduk  sangat  damai  dan  bersahabat,
               mereka  sangat  akrab  satu  sama  lain,  semua  saling  mengenal.
               Mereka  saling  membantu  apabila  ada  warga  yang  mendapatkan
               kesusahan, kesulitan atau ada kesibukan yang mendesak. Gotong
   1   2   3   4   5   6   7   8   9   10