Page 48 - Kisah perjalanan SUPARDI 2901-1-123
P. 48

Setiap hari Senin ada upacara mengibarkan bendera merah putih
               di lapangan sekolah dengan peserta semua siswa, kelas 1 hingga
               kelas  3,  serta  para  guru.  Itulah  pengalamanku  pertama  kali
               mengikuti  upacara  pengibaran  bendera,  diiringi  lagu  Indonesia
               Raya  yang  dinyanyikan  oleh  seluruh  peserta  upacara,  terasa
               megah dan khidmat.

               Di  Wonosari  aku  tinggal  di  rumah  pak  Marto  Nadi,  mantan
               Kepala SR Sumbergiri yang pindah tugas ke Wonosari. Orang tua
               dan saudara-saudaraku sudah akrab dengan beliau. Pada waktu itu
               tidak  memungkinkan  aku  tetap  tinggal  di  Koripan  untuk  melaju
               karena  jarak  ke  Wonosari  lumayan  jauh,  sekitar  30  km.  Belum
               ada trayek transportasi mobil. Yang ada hanya sepeda. Tentu aku
               tidak  sanggup  dan  tidak  diizinkan  oleh  orang  tua  untuk
               menempuh perjalanan itu dengan mengendarai sepeda setiap hari.
               Pada awalnya, aku merasa sangat asing di tempat baru dan tidak
               rela  meninggalkan  orang  tua,  terutama  simbok,  sanak  saudara,
               dan  kampung  halaman.  Itulah  pertama  kali  aku berpisah dengan
               mereka yang aku cintai. Aku tahu orang tuaku, terutama simbok
               tidak  rela  aku  pergi  jauh  karena  menganggap  aku  masih  terlalu
               kecil. Namun, demi belajar, mereka rela melepaskan.
               Aku  belajar  menyesuaikan  diri  dengan  teman-teman  dan

               lingkungan  yang  baru.  Selama  ini  aku  sudah  terbiasa  dengan
               suasana desa yang nyaman walaupun sepi, tanpa hiruk pikuk lalu
               lintas.  Kini  aku  tinggal  di  kota  dengan  suasana  budaya  yang
               berbeda. Dulu aku tinggal bersama orang tua yang bebas aturan.
               Kini  aku  perlu  menyesuaikan  dengan  kehidupan  keluarga  pak
               Nadi yang penuh dengan tata aturan. Boleh dikata aku mengalami
               “culture shock”

               Beberapa hari setelah aku masuk sekolah, tepatnya tanggal 5 Juli
               1959,  di  Jakarta  Presiden  Soekarno  mengumumkan  “Dekrit
               Presiden”. Kejadian itu disampaikan oleh Kepala Sekolah, bapak
               Kincoko, pada waktu upacara bendera, tetapi kami tidak faham.
               Menurut para guru, dekrit itu dikeluarkan karena pemerintahan
   43   44   45   46   47   48   49   50   51   52   53