Page 109 - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Compile 18 Januari 2019
P. 109
Atas
Sejak tahun
1926 setelah
menyelesaikan
pendidikannya
di Sekolah Guru
Arjuna, Ki Sarmidi
serta memodernisasikan Taman Siswa berdasar rasa cinta tanah air serta berjiwa nasional, Ki Sarmidi Mangunsarkoro
Mangunsarkoro mempunyai beberapa pemikiran demi terlaksananya cita-cita pendidikan Taman Siswa. kembali ke
Yogyakarta dan
Melaui pendidikan ia bercita-cita membentuk kebudayaan baru Indonesia. Hal ini berarti Taman Siswa menjadi Pamong
di sekolah Taman
Jakarta dengan sadar menerima dan mengikuti perkembangan dan pergantian Bahasa Melayu menjadi Muda. Ki Sarmidi
bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan nasional. Mangungsarkoro
bersama para
pamong yang lain
Pada tahun 1931 Sarmidi ditugasi menyusun Rencana Pelajaran Baru dan pada tahun 1932 disahkan mendampingi siswa
sebagai “Daftar Pelajaran Mangunsarkoro”. Atas dasar tugas tersebut pada tahun 1932 ia menulis Taman Anak (Taman
Muda) melakukan
buku Pengantar Guru Nasional. Buku tersebut mengalami cetak ulang pada tahun 1935. Dalam “Daftar permainan anak
Pelajaran Mangunsarkoro” yang mencerminkan cita-cita Taman Siswa dan Pengantar Guru Nasional itu “Koko”
(Sumber: Biro
di dalam arus pergerakan nasional di Indonesia khususnya dan Asia pada umumnya dapat disimpulkan Umum, Sekretariat
pemikiran Sarmidi mewakili aspek kebangunan nasionalisme, yaitu “aspek kebudayaan”, “aspek sosial Jenderal,
Kementerian
ekonomis”, dan “aspek politik”. Aspek kebudayaan pada hakikatnya merupakan usaha menguji hukum- Pendidikan dan
hukum kesusilaan dan mengajarkan berbagai pembaharuan sesuai dengan alam dan zaman, aspek sosial Kebudayaan)
ekonomis adalah usaha meningkatkan derajat rakyat dengan menumbangkan cengkeraman ekonomi Tengah
bangsa-bangsa Eropa Barat, sedangkan aspek politik adalah usaha merebut kekuasaan politik dari Ki Sarmidi
tangan Pemerintah Kolonialisme Belanda. Mangunsarkoro
dalam rapat orang
tua/wali siswa Taman
Pada awalnya Taman Siswa Jakarta menempati sebuah gedung di Jalan Garuda No. 34 Jakarta. Di Siswa cabang Jakarta
bawah pimpinan Sarmidi Taman Siswa Jakarta tumbuh dan berkembang baik secara horizontal maupun Jl. Garuda no. 25
Jakarta.
secara vertikal. Taman Siswa Jakarta terdiri atas Taman Kanak-Kanak (Taman Indria) dan Taman (Sumber: Biro
Muda, kemudian pada tahun 1931 dibuka pula Taman Dewasa (Sekolah Menengah Pertama) dan Umum, Sekretariat
Jenderal,
pada tahun 1933 dibuka Taman Dewasa, yang kemudian berkembang menjadi Taman Dewasa Raya Kementerian
(Sekolah Menengah Lima Tahun), setingkat Hoogere Burgerschool (HBS), dengan semboyan “Menuju Pendidikan dan
Kebudayaan)
Masyarakat dan Sekolah Tinggi Nasional” sekaligus sebagai persiapan Perguruan Tinggi Kebangsaan.
Taman Dewasa Raya mempunyai program “Literrir Ekonomis”, yang timbul karena ada anggapan bahwa Bawah
tanpa pengetahuan ekonomi bangsa Indonesia tidak akan bertahan dalam perputaran dunia. Tujuan Ki Mangunsarkoro,
duduk di depan
Literrir Ekonomis adalah mendidik pekerja-pekerja dalam bergaul agar selalu berjiwa cinta pada tanah ketiga dari kiri,
air dan bangsa. bersama rekan-
rekannya di Taman
Siswa
Taman Siswa Jakarta yang pada awalnya kecil akhirnya kebanjiran murid, baik di Taman Kanak-Kanak, (Sumber: Museum
Taman Muda, Taman Dewasa, maupun di Taman Dewasa Raya sebagai persiapan perguruan tinggi Sumpah Pemuda)
kebangsaan. Sarmidi memang sangat pandai mendekati rakyat. Meskipun demikian usaha Sarmidi
tidak mudah. Ada saja hambatan yang menghampirinya. Sebagai contoh, pada tahun 1934 terjadi
“pemberontakan” di lingkungan Taman Siswa Jakarta. Sarmidi mengambil langkah untuk menyelamatkan
Taman Siswa terhadap tindakan Armijn Pane dan kawan-kawan, yang oleh Majelis Luhur Taman Siswa
dianggap oentoelaatbaar ‘dilarang keras’. Duapuluh dua orang guru menyatakan tidak setuju terhadap
kebijaksanaan Sarmidi yang mereka sebut diktator. Akibatnya Sarmidi sempat mengundurkan diri,
tetapi Majelis Luhur campur tangan dan berpihak pada Sarmidi. Sarmidi dilantik kembali, tetapi dari
22 orang guru yang memberontak 17 orang menyatakan keluar dari Taman Siswa, di antaranya Mr.
Sumanang, Armijn Pane, Yusupadi, dan Nona Burdah. Beberapa Perguruan Taman Siswa melepaskan
diri, sedangkan Taman Siswa Cabang Jakarta—yaitu Kemayoran dan Jatinegara—tetap berada di
bawah kepemimpinan Sarmidi.
Sarmidi mempunyai pendirian kuat, tidak mudah terpengaruh oleh siapa pun, ulet, dan mempunyai
keyakinan kuat. Walapun zaman berubah, Sarmidi Mangunsarkoro tetap seperti gunung yang tegar
menghadapi segala cuaca. Sifat-sifat ini, misalnya, tampak saat berselisih pendapat dengan Muhammad
Said. Para guru muda yang berdarah panas dan penuh emosional mengecam Sarmidi sebagai orang yang
kurang rasa sosial dalam segala tindakan. Perselisihan ini berakhir dengan mundurnya Sarmidi sebagai
Ketua Cabang Taman Siswa, yang kemudian digantikan oleh Sukanto.
96 MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018 MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018 97