Page 160 - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Compile 18 Januari 2019
P. 160

leluhurnya yang berada di Desa Mayang dan Tirip di Kecamatan Getak yang berjarak 20 km dari                            tradisional Kasunanan Surakarta, yang secara tidak langsung sangat merugikan pihak Karaton Surakarta.
                                           tempat tinggalnya. Ia sengaja datang ke dua desa itu dengan berjalan kaki. Kecintaan terhadap                          Dengan pengalaman sebagai aktivis gerakan pemuda, ia bertekad ikut membenahi sistem pemerintahan
                                           dunia kebatinan itu diwujudkan pula dengan keikutsertaannya membentuk organisasi kebatinan                             Kasunanan Surakarta, agar tidak ada lagi alasan bagi pemerintah Hindia Belanda mencampurinya.
                                           Badan Kongres Kebatinan Indonesia (BKKI). Setelah namanya berganti menjadi Wongsonegoro,
                                           ia juga memperjuangkan masalah kebatinan dalam sidang-sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha                              Meskipun dia termasuk  kawula atau warga dalam Kasunanan, namun untuk bekerja di lingkungan
                                           Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Dengan kata lain kebudayaan dan peradaban Jawa                               keraton ia tetap harus melalui masa yang disebut magang lebih dahulu. Sekitar dua tahun ia menjalani
                                           sudah menjadi bagian dari hidupnya. 2                                                                                  kerja magang sampai akhirnya diterima secara resmi sebagai pegawai Kasunanan. Pada tahun 1920 ia
                                                                                                                                                                  diangkat menjadi pegawai Kantor Kepatihan dengan pangkat Panewu dengan gelar “Sastrosoewignyo”.
                                           Wongsonegoro menikah dengan BRA Soewarni, putri Pangeran Koesoemodiningrat, seorang                                    Pengalamannya sebagai pengurus Tri Koro Darmo ternyata sangat membantu melaksanakan pekerjaan
                                                                                       3
                                           bangsawan terkemuka dari Kasunanan Surakarta.  Dari pernikahan itu Wongsonegoro dikaruniai tujuh                       sebagai abdi Kasunanan, sehingga ia mampu memperbaiki struktur administrasi dan kinerja pemerintah
                                           orang anak, yaitu RA Soenarni, RA Soenarsi, RM Soenarso, RA Sri Danarti, RA Endang Soetanti, RM                        Kasunanan. Oleh karena itu di samping pekerjaan utamanya ia diberi kepercayaan memimpin
                                           Tripomo, dan RM Djoko Soedibjo.                                                                                        perkumpulan Krida Wacono.

                                           Pada tahun 1917, setelah menamatkan pendidikan di Rechts School, Wongso bekerja di Pengadilan                          Karena prestasinya itu pada tahun 1921 ia diangkat menjadi jaksa dengan kedudukan sebagai Bupati
                                           Negeri (Landraad) Surakarta. Setelah berhenti dari Pengadilan Negeri Surakarta, ia bekerja di Kantor                   Anom dan dianugerahi gelar RM Tumenggung Djaksodipura.  Jabatan ini diemban sampai tahun 1924
                                                                                                                                                                                                                        4
                                           Kepatihan dengan pangkat Panewu. Pada tahun 1921 ia diangkat menjadi jaksa, berkedudukan sebagai                       karena pada tahun tersebut ia mendapat tugas belajar ke Jakarta dari Kasunanan Surakarta pada
                                           Bupati Anom dengan gelar Raden Tumenggung (RT) Djaksanegoro. Tak lama kemudian ia mendapat                             jenjang pendidikan ilmu hukum yang lebih tinggi, yaitu pada Rechts Hooge School (RHS/Sekolah Tinggi
                                           tugas (beasiswa) dari Kasunanan untuk melanjutkan belajar di Sekolah Tinggi Hukum (Recths Hooge                        Hukum). Karena kecerdasan yang disertai kedisiplinannya dalam membagi waktu belajar maka ia pun
                                           School). Pada tahun 1924 ia pun lulus dan mendapat gelar Meester in de Rechten (Mr./S.H.).
                                                                                                                                                                  berhasil menyelesaikan masa studi tepat waktu. Pada tahun 1929 ia meraih gelar Meester in de Rechten
                                                                                                                                                                  (Mr.) sehingga nama lengkapnya menjadi Mr. RMT Soenardi Djaksodipuro.
                                           MASA BERSEKOLAH DAN PENGABDIAN DI KASUNANAN SURAKARTA
                                                                                                                                                                  Selama menjalani tugas belajar di RHS Jakarta ia masih tetap memelihara hubungan dengan pihak

                                           Umumnya  rakyat  Indonesia  yang  disebut pribumi (inlander) pada  masa  kolonial sangat sulit untuk                   keraton, bahkan pada bulan Februari 1926 ia diminta sebagai pembicara dalam pertemuan Narpo
                                           memperoleh pendidikan formal, bukan saja karena jumlah sekolah yang sangat terbatas tetapi karena                      Wandowo. Pada kesempatan itu Soenardi, yang di kalangan Keraton Surakarta waktu itu disebut
                                           penguasa kolonial memang membiarkan kebodohan menjadi bagian tak terpisahkan dari kaum pribumi.                        RMT Djaksadipuro, dikenal sebagai tangan kanan Wurjaningrat, menyampaikan pidato berisi kritikan
                                           Keberadaan sekolah-sekolah formal di suatu daerah pada dasarnya terkait erat dengan kebutuhan                          dan  setengah  gugatan  terhadap  dominasi Pemerintah  Hindia  Belanda  atas  struktur  pemerintahan
                                           pemerintah dan pengusaha kolonial, dan bukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Karena yang                          Kasunanan. Pidatonya mendapat tepukan meriah dari para hadirin.
                                                                                                                                                                                                                             5
                                           dibutuhkan adalah tenaga-tenaga pribumi terampil yang mampu membaca dan berhitung, maka sekolah
                                           yang didirikan juga sekolah-sekolah yang hanya melatih keterampilan dengan waktu hanya tiga atau lima                  Setelah meraih gelar Meester in de Rechten, Soenardi kembali mengabdikan diri di Kantor Kepatihan
                                           tahun. Sekolah yang disebutan terakhir itu, di Surakarta, dikenal dengan nama Sekolah Angka Loro                       Surakarta. Pada tahun 1930 dia diangkat menjadi Bupati Ngayoko Sewu yang menangani Pangreh Praja
                                           (Sekolah Desa kelas II).                                                                                               atau pemegang kebijakan di Kantor Kepatihan merangkap sebagai pemegang roda pengadilan keluarga
                                                                                                                                                                  Sri Susuhunan Paku Buwono. Pada tahun itu ia dianugrahi gelar Kangjeng Raden Mas Tumenggung
                                           Anak-anak para priyayi, termasuk Soenardi, mendapat keistimewaan karena “disamakan” dengan anak-                       oleh pemerintah Kasunanan sehingga namanya menjadi KRMT Mr. Wongsonegoro, yang lambat laun
                                           anak Belanda sehingga boleh masuk sekolah yang diperuntukkan bagi anak-anak orang Belanda. Pada                        “mengubur” nama Soenardi. 6
                                           masa belia, Soenardi dimasukkan ke Taman Kanak-kanak Belanda (TK–Forbel School). Setelah tamat
                                           TK tahun 1905, ia masuk Europeeshe Lagere School (Sekolah dasar untuk orang-orang Eropa). Soenardi
                                           tidak mengalami kesulitan selama menimba ilmu di ELS dan dapat menyelesaikan pendidikannya dengan                      TERJUN KE DUNIA POLITIK
                                           baik dan tepat waktu. Setamat dari ELS ia masuk Meer Uitgebreid Lagere Onderwijs (MULO/Pendidikan                      Soenardi alias Wongsonegoro mengenal dunia politik sewaktu masih menjadi pelajar Rechts School di
                                           Menengah Pertama). Seperti halnya di ELS, Soenardi berhasil menyelesaikan pendidikannya di MULO                        Jakarta. Ia sangat berperhatian terhadap para pemuda STOVIA yang telah menginspirasi banyak pemuda
                                           pada tahun 1914 dengan baik dan tanpa kendala. Setamat dari MULO ia terpaksa harus meninggalkan                        lain dengan mendirikan Budi Utomo. Sebagai seorang pemuda pelajar yang tumbuh dan mencari atau
                                           kota Surakarta dan pergi mengembara ke Batavia karena sekolah lanjutan—Rechts School (RH/Sekolah                       memperkuat jati dirinya, ia merasa kecewa melihat perkembangan Budi Utomo yang lebih banyak
                                           Hukum Menengah)—yang diminatinya tidak tersedia di kotanya dan hanya ada di Batavia. Tanpa tawar-                      dikuasai kaum tua dan kurang memperhatikan aspirasi kaum muda. Oleh karena itu, ia sepakat dengan
                                           menawar ia pun pergi ke Batavia. Kemauan yang kuat dan dipadu dengan kecerdasan bawaan membuat                         para pemuda lain untuk mendirikan kembali organisasi yang dapat mewakili suara dan aspirasi kaum
                                           Soenardi menyelesaikan pendidikan hukum pada tahun 1917 dengan baik dan sesuai dengan jadwal;                          muda. Sebenarnya bukan hanya Soenardi dan teman-temannya yang kecewa melihat perkembangan
                                           padahal—di samping belajar di RH—ia pun aktif sebagai pengurus organisasi pemuda Tri Koro Darmo.
                                                                                                                                                                  Budi Utomo, bahkan para pendirinya—seperti Cipto Mangunkusumo dan Sutomo—juga kecewa, yang
                                           Setelah  memperoleh  sertifikat  kelulusan  dari  Rechts  School,  Soenardi kembali ke Sala dan mulai                  akhirnya mengundurkan diri dari organisasi tersebut dan membentuk organisasi baru. Pada waktu itu,
                                           merintis karier di dunia hukum. Ia bekerja pada Pengadilan Negeri (Landraad) Surakarta. Ia tidak                       Budi Utomo yang didominasi para priyayi Jawa lebih berorientasi pada kepentingan Belanda dan sangat
                                           lama bekerja di lembaga pengadilan itu, hanya sekitar satu tahun, lalu mengundurkan diri. Ia tidak puas                kooperatif, di samping tetap memelihara tujuan semula menghidupkan kembali Kejayaan Jawa Raya
                                           dengan kebijakan Pemerintah Hindia Belanda yang sering mencampuri urusan dalam pemerintahan                            atau Nasion Jawa. 7




                             148  MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018                                                                                                             MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018  149
   155   156   157   158   159   160   161   162   163   164   165