Page 163 - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Compile 18 Januari 2019
P. 163

Komisi Besar
 Indonesia Muda
 Duduk dari kiri ke
 kanan: Mr. K.R.M.T.
 Wongsonegoro, Mr.
 Muhammad Yamin,
 R.K. Purbopranoto,
 dan R.M. Jusupadi   Wongsonegoro menjadi Komisaris Pusat Parindra. Pada awalnya Parindra dikenal sebagai organisasi
 Danudhiningrat.   pergerakan yang memilih jalan koperatif terhadap kebijakan pemerintah dan juga dianggap sebagai
 Berdiri dari kiri ke
 kanan: Adnan K.   partai “aliran kanan”, namun dalam perjalanan kemudian—terutama setelah ketua beralih ke tangan
 Gani, Asaat, Krung
 Raba Nasution, R.   Muhammad Husni Thamrin—pemerintah Hindia Belanda menilai Parindra sudah bergeser menjadi
 Sudiman, dan Moh.   radikal, bahkan dianggap sebagai “agen” Jepang. Karena itulah Thamrin yang sedang sakit pun ditangkap.
 Tamzil
 (Sumber: Repro   Sebagai bupati nayaka, Soenardi alias Wongsonegoro dianggap berhasil menyelesaikan berbagai kasus
 Lukisan Revolusi
 1945–1949)    hukum dengan adil baik di lingkungan keraton maupun di luar keraton, bahkan ia dianggap berhasil
               pula menyatukan para bangsawan istana. Karena keberhasilannya itu ia diangkat menjadi Bupati Sragen
               sejak bulan Agustus 1939.

               Kepemimpinan Wongsonegoro sebagai Bupati Sragen juga dinilai berhasil dalam menjalankan tugas,
               terutama dalam meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat melalui beberapa kebijakan, antara lain
               mengenalkan mina padi, yaitu memelihara ikan di persawahan saat padinya masih berumur 1–3 bulan
               dan masih digenangi air untuk menunjang pertumbuhan. Dengan demikian para petani mendapat nilai
               tambah dari tanah sawahnya. Di samping itu dilakukan pembuatan sumur di ladang serta membuat
 Pada tanggal 7 Maret 1915 Soenardi, dr. R. Satiman Wiryosanjoyo, dan Kadarman beserta beberapa   waduk atau bendungan guna mengatur irigasi agar sawah menjadi lebih baik dan lebih luas. Ia juga
 pemuda lain berkumpul di Jakarta. Mereka sepakat membentuk organisasi pemuda baru yang diberi   berupaya memberantas keyakinan-keyakinan yang menyesatkan dan merugikan petani.
 nama Tri Koro Dharmo. Mereka sepakat pula bahwa yang akan diterima menjadi anggotanya hanyalah
 anak-anak sekolah yang berasal dari Pulau Jawa dan Madura. Pada tahun awal pendiriannya, tercatat   Sebagai seorang pecinta budaya, Bupati Wongsonegoro berupaya membina kebudayaan setempat,
 ada sekitar 50 orang pelajar yang bergabung ke dalam Tri Koro Dharmo. Pada tahun 1915 pula Tri   antara lain mendirikan perkumpulan kesenian pada awal tahun 1942 yang diberi nama Mardi
 Koro Dharmo cabang Surabaya didirikan. Organisasi ini menerbitkan majalah yang diberi nama sama   Budaya. Perkumpulan ini bertugas, antara lain, menginventarisasi berbagai kesenian yang ada serta
 dengan nama organisasinya, yaitu Tri Koro Dharmo, yang mulai terbit pada tanggal 10 November 1915. 8  menyelenggarakan berbagai kegiatan kesenian, seperti seni karawitan, seni tari, dan seni pencak silat.
               Kegiatan-kegiatan itu dilaksanakan tidak semata-mata agar eksistensi seni budaya itu diakui oleh
 Pada tahun awal Tri Koro Dharmo berdiri, Sunardi dipercaya menjadi wakil ketua mendampingi Ketua   masyarakat, tetapi juga dimaksudkan sebagai media komunikasi para pejabat dengan para seniman
 Satiman Wiryosanjoyo. Namun ia tidak terlalu lama aktif sebagai Wakil Ketua Tri Koro Dharmo   dan pemuda, terutama terkait dengan pembinaan dan kesetiakawanan, sekaligus menumbuhkan rasa
 Jakarta. Hal ini terlihat dari keputusannya kembali ke Surakarta setelah menyelesesaikan pendidikan   bangga terhadap seni budaya sendiri. Ketika tentara pendudukan Jepang memasuki wilayah Sragen,
 pada Rechts School. Selanjutnya, ia menjadi pegawai Kasunanan Surakarta. Yang patut dipertanyakan   karier Wongsonegoro sebagai Bupati Sragen berakhir. Ia ditangkap dan dipenjara, namun beberapa
 adalah setelah menjadi kawula karaton apakah ia memutuskan hubungan dengan Tri Koro Dharmo.   waktu kemudian dibebaskan; bahkan menurut Maskan—penulis buku  Tokoh Wongsonegoro—
 Yang pasti, pada tahun 1918 Tri Koro Dharmo berubah nama menjadi Jong Java akibat ada semacam   Wongsonegoro kemudian diangkat menjadi Wakil Residen Semarang, namun tidak menjelaskan
 “tekanan” para anggotanya yang berasal dari etnis Sunda dan Madura karena menilai organisasi terlalu   sampai kapan jabatan itu berakhir. Sebab, sewaktu dibentuk Panitia Perancang Undang-undang Dasar
 menonjolkan kejawaannya.
               dengan Ir. Soekarno sebagai ketuanya, Wongsonegoro masuk sebagai salah satu anggotanya. Kepada
                                                                           9
 Kecintaan  dan  perhatian  Soenardi  terhadap  dunia  kepemudaan  dan  pergerakan  kebangsaan  tidak   panitia inilah segala persoalan undang-undang dasar diserahkan.  Panita Perancang ini kemudian
 berubah. Hanya frekuensinya disesuaikan dengan tugas dan kewajiban sebagai pegawai pemerintahan   membentuk Panitia Kecil Perancang Undang-undang Dasar yang diketuai oleh Prof. Dr. Supomo
 Kasunanan Surakarta. Apalagi dia bukan satu-satunya bangsawan Surakarta yang terlibat dalam dunia   dengan  para  anggota Wongsonegoro,  Ahmad Subardjo,  A.A.  Maramis, Singgih,  Agus  Salim, dan
 pergerakan politik kebangsaan. Sebagai contoh Pangeran Hangabei sejak tahun 1912 diketahui menjabat   Sukiman. 10
 Ketua Sarekat Islam Surakarta. Selain itu ada RM Wuryaningrat yang menjabat sebagai Ketua Budi   Sebagai penghayat  kebatinan,  Wongsonegoro  tidak  menyia-nyiakan  keanggotaannya  dalam  Panitia
 Utomo cabang Sala lalu menjadi aktivis Partai Nasional Indonesia (PNI).
               Kecil Perancang Undang-undang Dasar. Ia melihat pasal 29 ayat 2 yang berpotensi mengingkari atau
 Adapun Soenardi yang pada waktu itu sudah bergelar RT Djaksodipuro masih memelihara hubungan   mengabaikan keberadaan aliran kebatinan atau aliran kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam
 dengan Jong Java. Pada Kongres Jong Java kedelapanbelas, tanggal 29 Desember sampai 2 Januari 1926,   ayat itu disebutkan tentang kewajiban bagi orang Islam untuk menjalankan syariat Islam, yang dapat
 ia terpilih menjadi ketua Jong Java. Kemudian setelah Kongres Pemuda II ia terpilih menjadi anggota   ditafsirkan bahwa negara berhak memaksa orang Islam menjalankan syari’atnya. Oleh karenanya, ayat
 Komisi Besar yang mendapat tugas membentuk “Indonesia Muda”. Untuk mewujudkan tugasnya itu   tersebut perlu ditambah kata-kata “dan kepercayaannya” yang diletakkan antara kata-kata “agamanya
 Komisi Besar yang diketuai oleh R.K. Purbopranoto menyelenggarakan kongres pada 28 Desember   masing-masing”. 11
 1930-2 Januari 1931 di Jakarta.
               Pada tanggal 13 Oktober 1945, Mr. Wongsonegoro diangkat menjadi Gubernur Jawa Tengah
 Wongsonegoro kemudian bergabung ke dalam Partai Indonesia Raya (Parindra), yang merupakan hasil   menggantikan Raden Pandji Soeroso. Oleh karena itu ia memboyong keluarganya ke Semarang yang
 fusi Persatuan Bangsa Indonesia dengan Budi Utomo dan beberapa organisasi pemuda etnik lain yang   telah ditetapkan sebagai ibukota Provinsi Jawa Tengah. Tugas pertamanya sebagai Gubernur Jawa
 diselenggarakan pada tanggal 24 Desember 1935 di Gedung Habi Proyo Surakarta. Dr. Sutomo dan   Tengah ternyata tidak ringan, sebab yang harus dibenahi bukan masalah administratif semata. Sebagai
 RM Wuryaningrat masing-masing terpilih sebagai ketua dan wakil ketua. Baru pada tahun berikutnya   negara yang baru beberapa bulan merdeka, selain harus melakukan “pemindahan kekuasaan” dalam




 150  MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018  MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018  151
   158   159   160   161   162   163   164   165   166   167   168