Page 257 - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Compile 18 Januari 2019
P. 257
Ny. Artati Marzuki- Ny. Artati Marzuki-
Sudirdjo, saat Sudirdjo saat
mewakili Indonesia menghadiri suatu
pada PBB, sedang acara yang juga
bercakap-cakap dihadiri oleh Dr.
dengan Begum J. Leimena, Let.
Liaquat Ali Khan Jend. Purn. Dr. T.B.
dari Pakistan dan Simatupang, dan Dr.
Madame Lakshmi Moh. Hatta
Pandit dari India, (Sumber:
sekitar tahun 1952 Perpustakaan
6
(Sumber: Repro Nasional Indonesia)
buku Kedudukan
Wanita Indonesia
Dalam Hukum Dan
Masjarakat)
DINAMIKA SELAMA MENJABAT SEBAGAI MENTERI
Selama masa jabatannya Ny. Artati harus berhadapan dengan situasi politik yang tidak stabil. Persaingan
antara berbagai macam ideologi di Indonesia, yang kala itu masih berumur sangat muda, terjadi tidak
hanya di permukaan saja. Di dalam badan-badan internal pemerintahan, persaingan dan perebutan
hegemoni terjadi begitu sengit; di sisi lain pendidikan dan kebudayaan merupakan salah satu unsur
penting dalam persaingan ideologis. Yang paling terasa tentu saja persaingan antara paham komunis
dan paham-paham lain.
Sebagai akibat situasi politik yang tidak stabil itu, sejak awal enampuluhan, terbentuk dua kelompok
pekerja di internal Departemen Pendidikan Dasar dan Kebudayaan. Salah satu kelompok adalah
organisasi Serikat Sekerja Pendidikan (SSP) yang merupakan gabungan pejabat dan pegawai yang
berideologi komunisme. Kelompok yang lain merupakan gabungan dari pejabat dan pegawai yang
berideologi marhaenisme dan anggota partai yang berideologi agama, tergabung dalam Serikat Sekerja
Pendidikan dan Kebudayaan (SSPK). Carut-marut kondisi ini diperparah oleh persaingan ideologis
7
dalam bentuk sistem pendidikan nasional. Secara resmi pemerintah menerapkan suatu sistem bernama
Sistem Pendidikan Panca-Wardhana; di sisi lain—golongan kiri—menyerukan sistem tandingan
bernama Panca Cinta, walaupun dalam pidato-pidato mereka mengklaim bahwa Panca Cinta tidak
bertentangan dengan Panca Wardhana.
Selain itu ada pula persaingan antara Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) dan PGRI Non-
Vaksentral yang merupakan salah satu organisasi mantel Partai Komunis Indonesia (PKI). Sebagai
akibat dari persaingan dan perselisihan internal 27 orang pegawai Kementerian Pendidikan Dasar
dan Kebudayaan mengirim surat ke Menteri Prijono. Tujuan awal surat tersebut adalah meredakan
persaingan dan menyelaraskan keadaan internal Kementerian Pendidikan Dasar dan Kebudayaan,
namun ke-27 orang pegawai tersebut malah diberhentikan oleh Menteri Priyono dengan alasan “atas
dasar permintaan sendiri”. Permasalahan tersebut tidak kunjung selesai hingga akhir masa jabatan
8
Menteri Priyono, sehingga pada akhirnya menjadi masalah yang diturunkan kepada Ny. Artati sebagai
Menteri Pendidikan Dasar dan Kebudayaan pengganti Prof. Prijono.
Pemberhentian ke-27 pegawai menimbulkan masalah baru yang ditanggapi serius oleh berbagai ormas
dan partai. Kalangan marhaenis dan agama tidak setuju, sedang golongan kiri—terlebih PGRI Non-
vaksentral—mendukung pemberhentian 27 pegawai tersebut. Begitu genting masalah tersebut sampai
Presiden Soekarno harus turun tangan dan menanganinya sendiri. Ketika Ny. Artati menjadi Menteri
Pendidikan Dasar dan Kebudayaan ke-27 orang pegawai yang dipecat Menteri Priyono mengirim
244 MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018 MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018 245