Page 322 - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Compile 18 Januari 2019
P. 322
Perpisahan dengan Bertemu dengan
Menteri Penerangan Presiden Soeharto
Mashuri Saleh, S.H. pada Sidang Umum
beserta nyonya MPRS 1968. (Dari
di gedung RRI Jl. kiri) Harry Tjan,
Merdeka Barat Ali Moertopo, Jusuf
(Sumber: Wanandi, Sumiskum,
Perpustakaan Presiden Soeharto,
Nasional Republik dan Sofjan Wanandi,
Indonesia) (membelakangi
kamera) Mashuri,
dan Soedjono
Hoemardani
(Sumber: Repro
buku Shades of Grey:
A Political Memoir
of Modern Indonesia
1965-1889)
bertjelana putih dan berkemedja putih. Para pemuda dan “Diantara orang2 jang tertipu itu disebutkan orang2
mahasiswa sering mendengar pidato dan tjeramahnja selalu jang tergolong didalam kaum kultus individu. Dengan
berdasarkan pandangan realist. Realist dalam melantjarkan tjara menarik dilukiskan proses daripada lahirnja kaum
pendapat2nja tentang orde-lama dan orde-baru. kultus individu itu. Mereka pada mulanja merasa tertipu,
dan bisa djuga tidak suka kepada orang jang mempunjai
Dan jang terang Pak Mashuri tidak dapat dilepaskan itu. Tetapi makin lama, timbul simpatinja kepada orang
dari perdjuangan orde-baru. Pak Mashuri tidak dapat jang mempunjai itu, hingga mereka mendjadi mentjintai
dipisahkan dengan mahasiswa dan pemuda. Mahasiswa dan memudjanja. Meskipun mereka terus ditipu, tetapi
dan pemuda serta para peladjar jg mendjadi exponent mereka merasa bahagia didalam keadaan tertipu itu.
dari angkatan 66. Suatu Angkatan jang mendobrak Bahkan kemudian mereka bersedia mati untuk membela
Kubu pertahanan orde-lama. Oleh sebab itu dimana-mana orang jg menipunja itu. 12
Pak Mashuri mendjelaskan seluruh Perguruan Tinggi di
Indonesia dipersiapkan utk mendjadi benteng2 orde baru!”. 8
Dalam pidato di depan mahasiswa UGM bulan April 1967 di atas, sebagai seorang yang realis, Mashuri
tampak sangat menentang pengkultusan terhadap diri seseorang. Ia menganggap bahwa hal tersebut
hanya akan menyebabkan sikap yang tidak demokratis. Sikap seperti itu tercermin pada diri dua tokoh
Demikian Minggu Pagi edisi 15 Januari 1967 menggambarkan sosok Dirjen PTIP Mashuri Saleh. Ia salah yang pada masanya dielu-elukan oleh para pendukungnya, yakni Soekarno dan Soeharto. Pada saat
seorang tokoh penting sekitar peristiwa G30S. Ia mengerahkan mahasiswa dan sangat mendukung Soekarno tumbang, sebagai seorang Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, ia menyatakan sikap untuk
Soeharto menggantikan Soekarno sebagai presiden. 9 tidak melihat Soekarno lebih dari para pendiri bangsa lainnya. Ia menambahkan, bahwa tanpa Soekarno,
bangsa Indonesia akan tetap dapat berjuang. 13
Sesudah peristiwa G30S Mahsuri, sebagai Ketua Persahi, bersama Harry Tjan menyusun memorandum
kepada parlemen untuk mendakwa Soekarno yang pada saat itu tidak mau mundur dari jabatannya Sikapnya menentang pengkultusan seorang tokoh konsisten dilakukan, termasuk terhadap orang
sebagai Presiden Republik Indonesia (RI) untuk kemudian digantikan oleh Soeharto sesuai ketetapan yang membawanya sukses masuk ke dalam pemerintahan: Presiden Soeharto. Pada tahun 1980-an
MPRS tanggal 5 Juli 1966. Rencana tersebut disetujui parlemen sehingga kemudian diselenggarakanlah terjadi pro dan kontra tentang pemberian gelar “Bapak Pembangunan” kepada Soeharto. Ketika itu
Sidang Istimewa MPRS pada bulan Februari 1967. 10 ia menjadi Wakil Ketua DPR. Ia melihat suasana genting berkait dengan wacana pemberian gelar
tersebut. Mashuri minta agar usulan pemberian gelar “Bapak Pembangunan” dihentikan sementara. Ia
Mashuri duduk di kursi pemerintahan dan menjadi pendukung setia Pemerintah Orde Baru. Ia banyak khawatir jika wacana tersebut diteruskan akan terjadi pengkultus individuan terhadap Soeharto, sama
mengutarakan pemikirannya melalui pidato, buku, kebijakan, dan sebagainya. Ia berusaha mengubah seperti pemujaan terhadap Soekarno secara berlebihan dalam bentuk berbagai penghargaan. Sayang
persepsi masyarakat, khususnya pelajar dan mahasiswa, tentang Orde Lama dan beralih mendukung pemikiran Mashuri Saleh kalah populer dengan masyarakat yang mengelu-elukan Soeharto—yang
Orde Baru. Hal tersebut tercermin dalam pernyataannya saat menjabat sebagai Dirjen PTIP. Ia berusaha salah satunya Buya Hamka—agar diberikan gelar kehormatan sebagai “Bapak Pembangunan”. Mereka
menjadikan Perguruan Tinggi sebagai benteng Orde Baru. 11 beralasan bahwa pada masa kepemimpinan Soeharto-lah pembangunan baru dimulai. “Malah kita baru
310 MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018 MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018 311

