Page 96 - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Compile 18 Januari 2019
P. 96
Teuku Muhammad
Hasan dan Pocut
Hijo setelah menikah
(Sumber: Istimewa)
pelatihan ayahnya, bahkan juga belajar membuat peluru sendiri, karena berburu merupakan tradisi
kaum bangsawan Aceh pada zaman itu. Demikian pula ia sering diajak berjalan kaki ayahnya ke sawah
untuk mengawasi pengairan, terutama dalam pembagian air sawah agar merata bagi setiap petani;
bahkan ia juga ikut bertanam tembakau di sawah atau memangkas tembakau di perkebunannya di
antara para petani sekampungnya.
Sejak kecil Hasan dipupuk dengan jiwa keagamaan (Islam), sebab—menurut pendapat orang tuanya—
bagaimanapun cakap dan terampil seorang pemimpin kalau tidak dilandasi dengan jiwa keagamaan
yang kuat kepemimpinannya dapat dipastikan akan sumbang dan tidak pernah sempurna. Orang yang
teguh berpegang pada prinsip agama dengan sendirinya nilai-nilai keanusiaan pun akan terpateri kuat di
dadanya. Oleh karena itu sejak awal TM Hasan diajarkan mengerjakan sembahyang dan tidak pernah
meninggalkan sembahyang lima waktu. Pengaruh pendidikan keagamaan keluarganya sangat kuat
sehingga ketika melanjutkan pendidikan ke Belanda sekalipun ia selalu taat beribadat. Pelajaran agama
TM Hasan setahap demi setahap meningkat, dari membaca ayat-ayat suci Al-Quran hingga ilmu fiqih,
tafsir, dan hadist tingkat mula.
Hasan masuk ke sekolah Belanda Volkschool (Sekolah Rakyat) sebagai layaknya seorang anak uleebalang
pada masa itu yang berhak bersekolah di sekolah Belanda di Lampoih Saka, ibukota Kecamatan Peukan Baro
sekarang, pada tahun 1914 ketika umurnya menginjak 8 tahun. Beberapa bulan kemudian ia meninggalkan
sekolah itu dan baru pada tahun 1915 orang tuanya mengantarkannya kembali ke sekolah tersebut. Sejak
itu ia belajar dengan tekun. Ia cepat menguasai pelajaran, terutama pelajaran berhitung, salah satu pelajaran
yang dianggap cukup penting pada masa itu. Selain itu pelajaran huruf Arab bahasa Melayu—dalam bahasa
Aceh sering disebut huruf Jawi atau Jawoe—juga bukan mata pelajaran yang sukar baginya, sebab ia sudah
belajar sejak masa kanak-kanak pada guru agama, terutama pada neneknya sendiri, Cut Halimah.
Suatu ketika pada saat di Sekolah Rakyat TM Hasan mendapat hukuman gurunya karena datang
terlambat. Tangannya dipukul dengan rotan. Gurunya tidak tahu bahwa ia anak seorang uleebalang.
Setelah mengetahui bahwa murid yang dihukum itu anak Uleebalang Pineuguru guru tersebut bergegas
menemuinya dan memohon maaf. TM Hasan berkata pada gurunya bahwa hukuman itu sudah wajar
baginya karena datang terlambat.
TM Hasan hanya dua tahun bersekolah di Volkschool karena ayahnya memindahkannya ke sekolah
Belanda, Europeesche Lagere School (ELS), di Sigli. ELS merupakan sekolah anak raja (uleebalang),
anak bangsawan, dan anak orang terkemuka. Anak Belanda yang bersekolah di ELS hanya dua orang,
yakni anak asisten residen dan anak Kontrolir Sigli. Ada beberapa orang anak Indo, anak orang
Manado, serta anak orang Ambon berpangkat tinggi dalam ketentaraan Belanda. Semasa di sekolah
ELS Hasan belajar mengaji pada seorang ulama terkemuka zaman itu, Tengku Alibasyah, Wakil Kadhi
Landschap Pineung.
Setelah tujuh tahun bersekolah di ELS (1917-1924) Hasan ditawari ikut ujian masuk Koningen Wilhelmnia
School (KWS) di Batavia. Ia menerima tawaran tersebut, meskipun seandainya tidak mengikuti ujian
di Batavia ia dapat melanjutkan sekolah Meer Uitgebreid Lagere Onderwijs (MULO) di Kutaraja tanpa
perlu mengikuti ujian. Pada tahun 1924 Hasan meninggalkan kampung halamannya pergi ke Batavia,
tetapi sebelum pergi ia dinikahkan dengan sepupunya, Pocut Hijo, anak pamannya, Teuku Manyak atau
dikenal dengan Teuku di Tiba. TM Hasan dan Pocut Hijo menikah di Kuta Tuha, di rumah kediaman
pamannya. Penduduk desa meramalkan bahwa barangsiapa menikah di Kuta Tuha kelak akan menjadi
orang besar dan ternama. Pada saat mendengar ramalan penduduk desa tersebut TM Hasan hanya
mengucapkan “Amin”.
Meskipun telah berkeluarga bukan berarti sekolahnya terlantar; bahkan sebaliknya ia semakin tekun
belajar. Dari pihak istrinya ia memperoleh dorongan moral untuk terus memperdalam ilmu pengetahuan.
84 MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018 MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018 85