Page 22 - Kajian Akademik Kurikulum untuk Pemulihan Pembelajaran
P. 22
KRISIS PEMBELAJARAN
mengejar pemenuhan kebutuhan administrasi keleluasaan sekolah untuk mengadaptasi
pengajaran dan mengesampingkan pengajaran pola keberagaman tujuan dan hasil akhir dari
siswa yang sebenarnya membutuhkan pembelajaran. Hal ini dikarenakan pemerintah
persiapan yang lebih tinggi. telah memberikan paket komplit silabus yang
telah selesai untuk guru adopsi di sekolah.
RPP menurut Astuti, Haryanto, dan Prihatni
(2018) adalah rencana kegiatan pembelajaran Menurut Ornstein dan Hunkins di Poedjiastuti
untuk satu pertemuan atau lebih yang (2018) salah satu alasan mengapa guru merasa
dikembangkan dari silabus sebagai panduan keberatan dalam menerapkan perubahan
untuk mencapai kompetensi dasar (KD). Lebih pendekatan, metodologi, dan cara evaluasi
lanjut, Astuti, Haryanto, dan Prihatni (2018) siswa salah satunya dikarenakan guru tidak
menekankan bahwa guru harus membuat RPP merasa memiliki kurikulum tersebut. Kurikulum
secara menarik, inspiratif, dan menyenangkan 2013 tidak memberikan fleksibilitas kepada
sehingga menimbulkan tantangan dan guru untuk mengembangkan kreativitas
kreativitas siswa. Namun sayangnya, guru dan inovasi. Hal ini dikarenakan kurikulum
belum berhasil membuat RPP yang menarik mewajibkan guru untuk menyusun administrasi
dan inspiratif seperti yang diharapkan karena kelengkapan mengajar yang sangat kompleks.
bagian-bagian RPP yang terlalu kompleks, Demikian pula pada kasus guru SMK, adanya
sehingga menguras tenaga guru untuk hanya silabus yang terpusat mengurangi kreatifitas
terfokus pada urusan administrasi RPP (Ahmad, guru untuk memilih pendekatan pembelajaran
2014, Krissandi & Rusmawan, 2015). yang lebih kreatif, bermakna, dan kontekstual
(Djaelani, Pratikno, & Setiawan, 2019).
Untuk mengejar ketertinggalan akibat
pandemi, guru dan satuan pendidikan tidak Bukan hanya itu, implementasi K-13 yang
boleh dibebani dengan administrasi yang memberikan paket komplit dengan silabus
memberatkan. Oleh karena itu, dibutuhkan dalam perjalanannya mendapatkan kritik dari
upaya agar guru dan satuan pendidikan dapat banyak pihak (Sakhiya, 2013 dalam Ahmad,
lebih leluasa dalam mengajar secara efektif dan 2014). Hal ini dikarenakan tidak semua sekolah
inovatif. dapat menerapkan silabus yang sama antara
satu dengan yang lain. Mungkin pada satu
Dibutuhkan Kurikulum 2013 yang sekolah, dapat menerapkan silabus yang dibuat
Decentralized dan Fleksibel oleh pemerintah, namun belum tentu bagi
sekolah lain. Karena konteks sekolah di desa
Kurikulum diharapkan dapat memberikan tidak sama dengan konteks sekolah di kota.
kebebasan bagi sekolah untuk dapat
Demikian pula konteks sekolah swasta tidak
menyesuaikan tujuan pembelajaran akan sama dengan sekolah negeri. Ahmad
terhadap kebutuhan di sekitar tempat siswa
(2014) mengibaratkan pembuatan silabus oleh
belajar (Okoth, 2016 dalam Poedjiastuti, et pemerintah seperti membuat satu pakaian
al., 2018). Namun, K-13 tidak memberikan
22