Page 156 - Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti Kelas X
        P. 156
     Pada suatu waktu ia akan tidur, ia minta ditunggui oleh istrinya, karena dikiranya
                   akan  ditinggalkan.  Ia  minta  agar  kepalanya  dipangku  oleh  istrinya  dan  tidak
                   mengganggunya selama beliau tidur. Dengan hati-hati istrinya memangku suaminya
                   yang cukup lama sampai waktu senja tepat waktu waktu pemujaan. Lalu sang Nagini
                   Jaratkaru  membangunkan  brahmana  Jaratkaru,  takut  kelewatan  waktu  memuja.
                   Setelah membangunkan Jaratkaru justru terbalik, brahmana Jaratkaru malah marah-
                   marah mukanya merah karena marahnya. Brahmana berseru: ”Hai Nagini (Jaratkaru)
                   jahanam! Sangatlah penghinaanmu sebagai istri, engkau berani mengganggu tidurku!
                   Tidak selayaknya tingkah laku istri seperti tingkahmu itu. Sekarang engkau akan
                   kutinggalkan”. Demikian kata-katanya lalu memandang kepada istrinya.
                      Nagini mengikutinya, lari lalu memeluk kaki suaminya. ”Oh tuanku, Ampunilah
                   hamba  tuanku  ini.  Tidak  karena  hinaan  hamba  membangunkan  tuanku.  Tetapi
                   hanya memperingatkan tuanku akan waktu pemujaan setiap hari waktu senja. Salah
                   kiranya, karena itu hamba menyembah, minta ampun tuanku, baik kiranya tuanku
                   kembali................Kalau hamba sudah punya anak yang akan menghindarkan keluarga
                   hamba dari korban ular, sejak itulah tuanku boleh bertapa kembali”.
                      Demikian Nagini minta belas kasihan. Jaratkaru menjawab “Alangkah baiknya
                   perbuatanmu, Nagini, memperingatkan pemujaan kepadaku pada waktu senja, tapi
                   sama  sekali  aku  tidak  dapat  mencabut  perkataanku  untuk  meninggalkan  engkau.
                   Jangan khawatir  keinginanmu untuk memiliki Asti, anakmu sudah ada. Itulah yang
                   akan  melindungimu  kelak  pada  waktu  korban  ular.  Senanglah  Nagini  Jaratkaru.
                   Sang Nagini ditinggalkannya. Nagini lalu mengatakan kepada Sang Basuki tentang
                   kepergian suaminya. Mengatakan segala perkataan Sang Jaratkaru, dan mengatakan
                   pula tentang isi kandungannya, yang menyebabkan girangnya sang Basuki. Setelah
                   berselang beberapa lama lahir seorang bayi laki-laki sempurna keadaan badannya,
                   kemudian diberi nama Sang Astika, karena bapaknya bilang ”asti”. Bayi itu disambut
                   oleh Sang Basuki dan diberi upacara sebagai seorang brahmana. Baru lahir Sang
                   Astika  seketika  itu  leluhur  yang  bergantungan  tadi  lepas  dari  penderitaan  dan
                   melayang ke surga mengenyam hasil tapanya dahulu. Demikian pula Naga Taksaka
                   terhindar dari korban ular yang dilangsungkan oleh Raja Janamejaya.
                   Memahami Teks
                      Naskah  Jawa  Kuno  yang  diberi  nama  Agastya  Parwa  menguraikan  tentang
                   bagian-bagian Catur Asrama. Dalam kitab Silakrama itu dijelaskan sebagai berikut:
                            “Catur Asrama ngaranya Brahmacari, Grhastha, Wanaprastha,
                                   Bhiksuka, Nahan tang Catur Asrama ngaranya”
                                                 (Sīlakrama hal 8).
                                                  Terjemahan:
                              Yang bernama Catur Asrama adalah Brahmacari, Grhastha,
                                            Wanaprastha, dan Bhiksuka.
                                                         Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti |   149





