Page 52 - ANAK KOS DODOL
P. 52
Ternyata, begitu lekat ya peramal dan ramalannya dalam kehidupan kita sehari-hari. Hmm...
Kenapa ya pada berbondong-bondong ke peramal, apakah dengan datang pada mereka
menimbulkan rasa aman? Memuaskan keingintahuan kita? Padahal tuhan adalah sang pemilik
kebenaran dan semua bermuara kepada kehendak dia.
Hiiy... Soal cenayang, aku pernah punya bad story nih. Seorang teman kampus, tania, punya
masalah cinta dan nggak tahu mesti bagaimana. Bukannya curhat sama sodara atau teman, dia
malah ingin ke peramal. Anna, sahabatku yang lain segera mencarikan alamat peramal beken
yang kerap didatangi anak-anak kuliahan *waduh, katanya ramalannya cukup jitu dan ongkos
konsultasi terjangkau.
Pulang kuliah, kami berempat mencari alamat peramal yang dimaksud. Sebenarnya hanya aku,
tania dan anna semangat 45. Libby sudah leuleuh nggak mau ikut. Tapi kami tahu kelemahan tuh
cewek dan mengiming-iminginya dengan semangkuk soto kudus dan es teler. Ia menyerah.
Rumah si peramal sulit dicapai, letaknya di perkampungan padat penduduk gitu deh. Kami
berputar-putar sampai ashar hingga akhirnya ketemu juga. Sebuah rumah panggung yang
nampak reyot, kotor tak terurus. Lidya mengetuk pintu. Dan keluarlah seorang nenek bertubuh
renta berbaju gelap memandang curiga. Hiiy...
''ada perlu apa?'' tanyanya ketus.
''katanya nyai bisa meramal masa depan, temanku ingin diramal'' jawab anna takut-takut. Nenek
itu mengangguk dengan gaya misterius, mempersilahkan kami masuk ke dalam. Sebuah ruang
tamu yang tak kalah reyot dengan beranda rumahnya. Jendela tertutup rapat. Pengap.
Kami duduk di lantai kayu mengelilingi dia. Ada dupa dan pembakaran kemenyan di situ. Ia
mulai membakar kemenyan dan bunga-bungaanya. Melantunkan mantra-mantra aneh yang
mendirikan bulu kuduk. Hii. Asap membubung di ruangan. Sesak rasanya. Baunya bikin perut
bergolak.