Page 254 - hujan
P. 254
karena tabung mesin mengalah, melainkan Lail telah keluar dari sana, dibimbing
Elijah.
Besi tiang antrean di tangan Esok terlepas, berkelontangan di lantai.
” Lail...! Lail...!” Maryam berlari, memeluk teman sekamarnya. Air mata
berlinang di pipinya.
” Maryam?” Lail tersenyum, menyapa.
Kenangan atas Maryam utuh. Lail mengenalinya.
” Maafkan aku, Lail...” Esok ikut mendekat, melangkah dengan kaki gemetar.
” Maafkan aku yang membuat semua kesalah pahaman ini. Aku seharusnya
memberitahumu sejak awal.”
Esok menatap Lail, yang dibalas dengan tatapan datar.
”Sungguh maafkan aku, Lail.”
Namun, apa lagi yang akan diharapkan Esok? Jika semua be nang merah itu
telah dihapus dari memori Lail, gadis itu sama sekali tidak akan mengenali Esok.
Sempurna terhapus.
Esok terisak. ” Kamu tidak boleh melupakanku, Lail. Aku mo hon... Bagaimana
aku akan menghabiskan sisa waktu bumi jika kamu melupakanku? Kamu satu-
satunya yang paling berharga dalam hidupku.”
Esok menghampiri Lail dan memegang lengan gadis itu. ” Lail, apakah kamu
mengenalku? Aku mohon. Kembalilah.”
Lengang. Lail menatap Esok masih dengan tatapan kosong.
” Lail, aku mohon... Apakah kamu masih mengingatku?”
Esok mengguncang lengan Lail.
Lail tiba-tiba tersenyum. ”Aku yang memberikan topi biru itu kepadamu,
Esok.”
Maryam menatap tidak percaya. Bukankah...? Bagaimana caranya Lail bisa
mengingat Esok? Apakah mesin modiJkasi ingat an itu rusak? Apa yang terjadi?
Elijah mengangkat tabletnya, menunjukkan peta saraf milik Lail.
Di detik terakhir, sebelum mesin itu bekerja, Lail memutuskan memeluk erat
semua kenangan itu.