Page 23 - Modul Pembelajaran Sejarah - Perlawanan Rakyat Daerah terhadap Penjajahan Bangsa Eropa
P. 23
Latar Belakang
Perang Aceh adalah konflik yang terjadi selama 31 tahun, sejak 1873
hingga 8 Februari 1904. Perang ini dipicu oleh upaya Belanda untuk
menguasai wilayah Kesultanan Aceh. Salah satu faktor utama perang ini
adalah pentingnya Kesultanan Aceh dalam perdagangan internasional
setelah Terusan Suez dibuka. Hal tersebut, meningkatkan keinginan
Belanda untuk menguasai wilayah Kesultanan Aceh.
Sebelum perang ini, Belanda telah berhasil menguasai sebagian wilayah
Kesultanan Deli yang mencakup Serdang, Asahan, dan Langkat
berdasarkan Perjanjian Siak pada 1858. Padahal, wilayah-wilayah tersebut
awalnya berada di bawah kekuasaan Kesultanan Aceh. Perjanjian London
tahun 1824 sebenarnya mengakui kedaulatan Kesultanan Aceh atas
wilayahnya. Namun, dengan munculnya Perjanjian Siak dan intervensi
Belanda, Kesultanan Aceh merasa bahwa Belanda telah melanggar
perjanjian London. Dalam upaya untuk mempertahankan kemerdekaannya
dan melawan penjajahan Belanda, Kesultanan Aceh pun memulai
pertempuran.
Selama perang ini, Kesultanan Aceh bahkan berhasil menenggelamkan
kapal-kapal Belanda yang melewati perairan mereka. Pada 1871, Belanda
dan Inggris mencapai perjanjian. Inggris pun menyerahkan kendali atas
Aceh kepada Belanda. Hal ini mendorong Kesultanan Aceh untuk
mengambil tindakan diplomatis untuk mempertahankan kemerdekaannya.
Strategi Perang Aceh
Karena berlangsung lama, Perang Aceh dibagi dalam empat periode
dengan melibatkan berbagai strategi yang digunakan oleh kedua belah
pihak.
Periode Pertama (1873-1874)
Pada periode awal Perang Aceh, yang berlangsung sejak 1873 hingga
1874, Belanda menerapkan strategi perang semesta atau perang total.
Saat itu, pasukan Belanda dipimpin oleh Köhler. Mereka berusaha untuk
menguasai wilayah Aceh secara penuh dengan menggelar serangan militer
besar-besaran dan pendudukan wilayah secara intensif. Ini mencakup