Page 21 - Modul Pembelajaran Sejarah - Perlawanan Rakyat Daerah terhadap Penjajahan Bangsa Eropa
P. 21
Tahap ini ditandai dengan meredanya pertempuran karena Belanda
yang makin melemah berhasil mengadakan perjanjian dengan kaum
Paderi. Pada tahun 1825, berhubung dengan adanya perlawanan
Diponegoro di Jawa, pemerintah Hindia Belanda dihadapkan pada
kesulitan baru. Kekuatan militer Belanda terbatas, dan harus menghadapi
dua perlawanan besar yaitu perlawanan kaum Paderi dan perlawanan
Diponegoro. Oleh karena itu, Belanda mengadakan perjanjian perdamaian
dengan Kaum Paderi. Perjanjian tersebut adalah Perjanjian Masang (1825)
yang berisi masalah gencatan senjata di antara kedua belah pihak. Setelah
Perang Diponegoro selesai, Belanda kembali menggempur kaum Paderi di
bawah pimpinan Letnan Kolonel Ellout tahun 1831. Kemudian, disusul juga
oleh pasukan yang dipimpin Mayor Michiels.
Tahap III (1832)
Perang pada tahap ini adalah perang semesta rakyat Minangkabau
mengusir Belanda. Sejak tahun 1831 kaum Adat dan kaum Paderi bersatu
melawan Belanda yang dipimpin oleh Tuanku Imam Bonjol.
Menjelang akhir perlawanan, Belanda mencoba mendekati Tuanku
Imam Bonjol untuk berdamai. Imam Bonjol mau berdamai, tetapi dengan
beberapa persyaratan antara lain jika tercapai perdamaian, Imam Bonjol
minta agar rakyat Bonjol dibebaskan dari bentuk kerja paksa dan nagari itu
tidak diduduki Belanda. Namun, Belanda tidak memberi jawaban. Belanda
justru semakin ketat mengepung pertahanan di Bonjol. Pengepungan ini
dipimpin oleh Residen Padang Emanuel Francis. Sampai tahun 1836
benteng Bonjol tetap dapat dipertahankan oleh pasukan Padri. Akan tetapi,
satu per satu pemimpin Padri dapat ditangkap. Hal ini jelas dapat
memperlemah pertahanan pasukan Padri. Namun, di bawah komando
Imam Bonjol mereka terus berjuang untuk mempertahankan setiap jengkal
tanah Minangkabau. Pada tanggal 16 Agustus 1837 Benteng Bonjol
berhasil dikepung dari empat penjuru dan berhasil dilumpuhkan. Imam
Bonjol dan beberapa pejuang lainnya dapat meloloskan diri. Francis
kembali menyerukan Imam Bonjol untuk berunding.
Demi menjamin keselamatan warganya, pada tanggal 28 Oktober 1837,
Imam Bonjol menerima tawaran damai dari Residen Francis. Ternyata
ajakan berunding itu hanya tipu muslihat, karena pada saat datang di