Page 24 - Modul Pembelajaran Sejarah - Perlawanan Rakyat Daerah terhadap Penjajahan Bangsa Eropa
P. 24
upaya untuk menyerang pusat-pusat kekuasaan Kesultanan Aceh dan
mengontrol wilayah-wilayah strategis.
Sementara itu, masyarakat Aceh berperang dengan melibatkan
Panglima Polim dan Sultan Mahmud Syah sebagai pemimpin perlawanan
terhadap pasukan Belanda. Berkat strategi perang yang baik, pasukan
Köhler dengan diperkuat 3.000 tentara berhasil dihadapi dan dikalahkan
oleh masyarakat Aceh. Köhler pun tewas pada 14 April 1873. Hanya 10
setelahnya, pertempuran meletus di berbagai wilayah, termasuk upaya
merebut kembali Masjid Raya Baiturrahman, dengan dukungan dari
beberapa kelompok pasukan.
Periode Kedua
Pada periode kedua Perang Aceh yang berlangsung sejak 1874 hingga
1880, Kesultanan Aceh beralih ke strategi perang gerilya. Pada periode ini,
Teuku Umar memimpin gerakan perlawanan ini. Teuku Umar
menggunakan strategi perang gerilya melibatkan serangan cepat, taktik hit-
and-run, dan pemanfaatan medan yang sulit untuk mempersulit upaya
pengejaran oleh pasukan Belanda. Akan tetapi, pasukan Belanda di bawah
kepemimpinan Jenderal Jan van Swieten, berhasil menaklukkan Keraton
Sultan pada 26 Januari 1874, yang kemudian dijadikan sebagai pusat
pertahanan Belanda.
Pada 31 Januari 1874, Jenderal Van Swieten mengumumkan bahwa
seluruh wilayah Aceh secara resmi menjadi bagian dari Kerajaan Belanda.
Saat Sultan Machmud Syah meninggal pada 26 Januari 1874, Tuanku
Muhammad Dawood diangkat menjadi sultan di Masjid Indrapuri.
Periode Ketiga (1881-1896)
Selama Perang Aceh periode ketiga terjadi serangkaian peristiwa
signifikan yang mencakup serangan besar-besaran oleh Belanda terhadap
Aceh, penggunaan taktik militer keras, dan pertempuran sengit antara
pasukan kolonial Belanda dan pemberontak Aceh dengan dipimpin oleh
Teuku Umar. Pembakaran desa, penggunaan senjata api, serta isolasi
ekonomi terhadap Aceh oleh Belanda menjadi ciri khas perang ini.