Page 8 - e-modul bab 9 PAI_new
P. 8
dari para ulama. Dengan mengambil dasar Q.S. Ali „Imran:130, ada
ulama yang mengatakan haram, mubah, dan mutasyabihat (tidak
jelas halal-haramnya).
b. Bank Syariah dan Praktiknya
Secara sederhana bank syariah adalah bank yang dirancang
sesuai dengan ajaran/syariat Islam. Perbankan Islam yang beroperasi
atas prinsip syirkah (mitra usaha) telah diakui di seluruh dunia.
Artinya, seluruh bagian sistem perbankan yakni pemegang saham,
depositor, investor, dan peminjam turut berperan-serta atas dasar
mitra usaha. Untuk Indonesia, pendirian Bank Syariah sudah lama
dicita-citakan oleh umat Islam. Hal ini terungkap dalam keputusan
Majlis Tarjih Muhamadiyah yang diadakan di Sidoarjo pada tahun
1968.
Kedudukan bank syariah dalam sistem perbankan nasional
mendapat pijakan yang kokoh setelah dikeluarkannya UU Nomor 7
Tahun 1992 yang diperkuat dengan PP Nomor 72 Tahun 1992 tentang
bank berdasarkan prinsip bagi hasil. Hal lain yang membedakan bank
syariah dan bank konvensional adalah, selain dituntut untuk tunduk
pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
pengelolaannya dibatasi dengan pengawasan yang dilakukan oleh
dewan syariah. Dengan kata lain, pengelolaan dan produk bank
syariah ini harus mendapat persetujuan terlebih dulu dari Dewan
Pengawas Syariah sebelum diluncurkan ke tengah - tengah masya-
rakat.
Perbedaan pokok antara bank konvensional dengan bank
syariah adalah sistem operasionalnya. Pada bank konvensional,
sistem operasionalnya didasarkan pada bunga, sedangkan bank
syariah dalam menjalankan usahanya minimal mempunyai lima
prinsip operasional yang terdiri dari: sistem simpanan, sistem bagi
hasil, margin keuntungan, sewa, dan fee (Antonio, 1994:138). Selain
itu ada pula akad qardh, hiwalah, rahn, wakalah, kafalah yang
semuanya menjadi ciri khas sekaligus pembeda antara Bank Syariah
dan Bank Konvensional.
Akan tetapi dengan banyaknya pelayanan dan transaksi, sering
dijumpai praktik menyimpang dari perbankan syariah. Misalnya
dalam akad musyarakah, penentuan margin sepenuhnya dilakukan
oleh Bank Syariah. Penentuan sepihak tidak diperbolehkan karena
dalam akad harus ada keterbukaan dari pihak bank. Kebanyakan
Bank Syariah juga tidak menyerahkan barang kepada nasabah, tetapi
memberi uang kepada nasabah sebagai wakil untuk membeli barang
yang dibutuhkan. Hal ini menyimpang dari aturan fikih, karena ada
7