Page 14 - KATALOG BORNEO METAMORFOSA 3 2024
P. 14

Inilah yang lahir menjadi cirikhas dengan segala karakter kesukuan. Bagian nilai inilah yang seharusnya
         difahami oleh banyak orang agar ketika dikembang tidak dihilangkan. Tradisi apapun dan dimanapun bisa
         saja dikembangkan dan layaknya harus dikembangkan. Sah-sah saja ketika seniman merubah bentuk dalam
         koridor kelayakan. Namun jejak kesakralan harus tetap berada dijalurnya. Artinya tidak melanggar kaidah
         khusus (pakem) dari tradisi tersebut. Merombak pakem secara membabi buta akan menghilangkan nilai
         kesukuan itu sendiri. Sementara nilai kesakralan adalah penghormatan mereka akan alam, adat, dan
         budayanya yang terikat utuh menjadi kehidupan. Ingat! Mengembangkan tradisi itu bebas, namun tidak
         bablas. Jangan sampai gara-gara dikembangkan kebudayaan dikaburkan.

         Sape jaman sekarang tidak lagi sakral seperti dulu. Sape hanya dipandang sebagai alat musik biasa, sebagai
         pajangan, dan kadang sebagai status kolegia dikalangan seniman. Seperti apa yang digambarkan Budi
         Kurniawan dalam karya grafisnya berjudul “Sapecaster”. Dia menggambarkan alat musik Sape yang
         sekarang jarang diminati dan cenderung ditinggalkan. Kondisinya sekarang, musik Sape di Kalbar lebih
         banyak dikembangkan namun tidak menyentuh keaslian tradisinya. Lambat laun dan semakin
         berkembangnya jaman, akhirnya banyak generasi yang tidak memahami nilai kesakralan alat musik
         tersebut. Degradasi nilai akhirnya dibiarkan karena “terpaksa” ketika disandingkan dengan kata inovasi.
         Sampai sekarang mungkin tidak lagi sape itu sakral, walau tetap indah dalam nuansa modernitas yang
         membingungkan. Kegelisahan Budi Kurniawan dirasakan juga oleh seniman musik tradisi Kalbar. Akhirnya
         beberapa seniman bergerak untuk melestarikannya. Sampai disini pengembangan memang dilakukan namun
         kehilangan jejak tradisinya.

         Budi Kurniawan bukan seorang yang menutup mata ketika budaya ditinggalkan. Mungkin saja “eks-
         tradisi” sape sekarang hanya tinggal kenangan dan menjadi hiasan sejarah. Akhirnya seorang Budi
         Kurniawan merangkai kembali menjadi karya seni sebagai gambaran kegelisahan. Dia mewujudkan realitas
         Sape menjadi “ekstra-tradisi”, yaitu sebuah wujud baru ditengah galaunya pemikiran akan tradisi
         sebenarnya. Dia lebih memilih melukiskan makna kegelisahan tentang tradisi yang sekarang hilang dari
         ingatan.

         Budi Kurniawan bukan sosok penolak modernitas. Dia hanya ingin merangkum kenangan Sape dalam
         dialektika jaman, berkisah pada penyaksi karya tentang kenyataan tradisi dan nilai-nilai lama. Berkisah
         tentang ide romantisme dengan segala kenaifannya. Lalu menyadur kenangan tersebut dalam kontemplasi
         dan jiwa kekinian. Dia tetap mempertahankan tradisi lama ditengah galaunya pencarian bentuk tradisi asli
         oleh kebanyakan seniman Pontianak. Dia tidak mau terpengaruh segala macam kerumitan tentang tradisi
         itu, namun dia hanya ingin jujur, bahwa sape adalah bahasa rindu dan kekaguman yang tidak akan pernah
         sama ketika dirasakan semua orang. Sayangnya tradisi ini semakin sepi ditengah ramainya perkembangan
         musik di Kalimantan Barat.


         12 | Pameran Lukisan Borneo Metamorfosa 3
   9   10   11   12   13   14   15   16   17   18   19