Page 106 - Gabungan
P. 106
lukis. Ia ingin melukis sesuatu. Ia mengeluarkan beberapa cat minyak
di palet, lalu mengambil kanvas berukuran 60x40 cm yang sudah
diberi lapisan dasar putih.
"Apa yang harus ku lukis?" Yenni bertanya pada dirinya sendiri.
"Haruskah melukis pemandangan secara horizontal, atau potret
seseorang secara vertikal?" Ia membolak-balikkan kanvas, akhirnya
memutuskan untuk melukis secara vertikal. Siapa yang akan dilukis?
Ibu tua Suciati? Lukisan yang belum selesai itu sudah hanyut terbawa
banjir. Kakak Wenying? Hana? Dirinya sendiri? Yenni menatap
kosong ke kanvas putih di depannya. Tiba-tiba, sebuah
pemandangan aneh muncul: Yenni melihat bayangan seseorang
muncul di atas kanvas putih. Ah, pemuda yang sangat tampan! Oh,
oh, bahkan suaranya terdengar!
"Sudah merasa lebih baik?"
"Semoga lekas sembuh!"
Itu dia! Itu dia! Yenni hampir memanggil namanya ketika bayangan
di atas kanvas putih itu perlahan menghilang. Yenni memicingkan
mata—yang ada hanyalah selembar kanvas putih, mana ada
bayangan manusia? Semua ini hanya khayalannya sendiri yang
terlalu jauh, hingga menciptakan ilusi.
Yenni sendiri merasa lucu. Ia pergi ke kamar mandi, membasuh
muka dan tangannya agar pikirannya jernih, lalu kembali duduk di
106

