Page 240 - Gabungan
P. 240
"Kalau pakai sepatu justru tidak cantik," kata Su Wenbin. "Aku
perhatikan, gerakan kaki mereka sangat detail—bukan hanya telapak,
tapi juga jari-jarinya bergerak!"
"Pengamatanmu luar biasa!" kagum Yenni. "Sayang Hana tidak di
sini. Dia lebih ahli menari daripada Kak Wenying. Kalau dia dengar
analisismu, pasti takjub."
"Omong-omong," tanya Su Wenbin, "tadi saat salam, kenapa
harus menepuk dada?"
"Itu melambangkan ketulusan hati yang paling dalam," jawab Yenni.
"Hmm, masuk akal! Lalu tentang nyanyian merdu tadi, aku sudah
belajar bahasa setengah tahun tapi tak mengerti sepatah katapun."
"Bukan hanya kamu, bahkan aku yang lahir di Nusantara juga tak
terlalu paham," kata Yenni jujur.
"Benarkah?"
"Penyanyi tradisional itu disebut 'ledek'. Zaman dulu, ledek adalah
penghibur kerajaan, kemudian berkembang jadi seniman jalanan.
Mereka menyanyikan kisah sejarah dengan bahasa khusus yang
digunakan rakyat jelata saat berbicara dengan bangsawan."
"Cerita-cerita itu mungkin sulit dipahami pemuda zaman
sekarang."
"Benar. Kesenian tradisional lokal terancam punah. Stasiun TV
pemerintah menyediakan waktu tayang khusus untuk mereka.
240

