Page 3 - Gabungan
P. 3

dengan kita orang biasa."


                Si wanita muda tersenyum sambil mengamati Su Wenbin, lalu masuk ke


            dalam rumah dan mengeluarkan sebilah parang sepanjang lebih dari satu kaki.


            Ia  menyerahkan  parang  itu  kepada  suaminya  sambil  mengambil  alih  bayi


            mereka dari pelukan sang ayah. Slamet Raharjo, yang sudah hampir berusia


            40 tahun, menyelipkan parang di pinggangnya, lalu dengan gesit seperti monyet


            memanjat pohon kelapa setinggi lebih dari enam meter di samping rumah. "Plok!


            Plok! Plok!" Beberapa butir kelapa muda jatuh ke tanah. Ia segera meluncur


            turun,  dan  dalam  sekejap  membelah  salah  satu  kelapa  itu,  lalu


            menyerahkannya kepada Su Wenbin sambil berkata ramah:


                "Tuan Su! Silakan minum air kelapa!"


                Su Wenbin memegang kelapa itu dan meneguk sedikit. "Segar dan manis!"


            katanya.


                "Di desa tidak ada es. Kalau ada es dicampur air kelapa, pasti lebih nikmat,"


            ujar Slamet Raharjo.


                Sebuah  mobil  Honda  putih  mengkilap  dan  seorang  pemuda  Tionghoa


            tampan tinggi besar menarik perhatian banyak warga desa. Puluhan wanita dan

            anak-anak  mengerumuni  mereka  dengan  penasaran.  Istri  ketiga  Slamet


            Raharjo dengan bangga berkata kepada seorang nenek di sebelahnya:


                "Kata Slamet, otak insinyur dari Hong Kong ini istimewa, sangat cerdas!"


                Setelah minum air kelapa dan beristirahat sekitar setengah jam, Su Wenbin


            berkata:

                                                            4
   1   2   3   4   5   6   7   8