Page 8 - Gabungan
P. 8
mengangkut durian-durian itu ke bagasi mobil belakang Su Wenbin.
"Terima kasih! Saya pergi dulu." Su Wenbin melambaikan tangan kepada
pria berkacamata hitam yang sedang menikmati durian, berterima kasih atas
bantuannya yang tulus.
"Selamat jalan!" pria itu pun membalas lambaian tangan Su Wenbin.
Setelah mobil melaju beberapa saat, terdengar suara benturan dari bagasi
belakang. Su Wenbin menghentikan mobilnya dan mengikat kembali dua belas
durian itu dengan rapi. Saat itu, angin kencang menerbangkan dedaunan kering.
Pohon kelapa mengayun-ayunkan dahan-dahannya, menimbulkan suara
gemerisik. Daun pisang tak sekuat daun kelapa—banyak yang patah tertiup
angin, sisa-sisanya yang masih menempel pada pelepah terus terombang-
ambing. Langit gelap gulita, guruh bergemuruh, pertanda hujan lebat akan
segera turun.
Su Wenbin tahu iklim Nusantara yang panas sepanjang tahun, tidak seperti
Hong Kong yang memiliki empat musim. Di sini hanya ada musim kemarau
(Mei-Oktober) dan musim hujan (November-April). Saat ini, baru saja Tahun
Baru Imlek berlalu, puncak musim hujan. Su Wenbin menyadari kekuatan badai
ini. Dari koran lokal, ia membaca bahwa hujan deras berhari-hari seminggu lalu
telah menyebabkan banjir besar—ribuan hektar tanaman terendam,
transportasi terganggu parah, puluhan rumah kayu dan bambu hanyut, bahkan
merenggut dua nyawa.
Langit semakin gelap, seolah-olah senja telah tiba. Su Wenbin secara
8