Page 131 - JALUR REMPAH
P. 131

Produksi Rempah, Pelabuhan dan Jaringan Perniagaan di Nusantara | 117


                 Bhre Hyang Wisesa, Bhre Lasem yang diperistri oleh Bhre Tumapel dan Bhre
                 Matahun. Bhre Lasem terakhir yang disebutkan adalah anak Bhre Pandan Salas
                 yang diperistri Bhre Tumapel. Sesudah itu belum ditemukan lagi informasi
                 mengenai penguasa di Lasem, yang mungkin menghilang bersamaan dengan
                 kemunduran dan keruntuhan kerajaan Majapahit pada abad ke- 16.  105

                     Setelah pusat pemerintahan Jawa bergeser  dari pedalaman  Jawa Timur
                 menuju ke pantai utara Jawa Tengah, kota-kota pelabuhan pantura berkembang
                 lebih pesat. Pada jaman kerajaan Demak dan kemudian digantikan kerajaan
                 Pajang, daerah Juwana, Rembang dan Lasem berada di bawah kontrol kerajaan-
                 kerajaan ini. Hal itu dapat diketahui misalnya, ketika raja Pajang yaitu Jaka
                 Tingkir atau Hadiwijaya sebagai Sultan pada tahun 1581 dihadiri oleh raja-
                 raja Sedayu, Tuban, Pati, Lasem, dan raja-raja Pantai jawa Timur lainnya.
                                                                                          106
                 Menurut De Graaf hal ini sebagai bukti bahwa kedudukan Sultan Pajang
                 dianggap sebagai Maharaja oleh para penguasa di pesisir Jawa Tengah dan Jawa
                 Timur.  Walaupun mereka bukan merupakan vasal dari Pajang, paling tidak
                       107
                 mereka mengakui Sultan Pajang sebagai raja Islam dan Sultan dari para raja-
                 raja atau penguasa kota-kota pelabuhan di pantai utara Jawa. Dalam hal ini
                 saling hubungan mereka adalah bersifat bersahabat. 108

                     Namun demikian ketika kerajaan Mataram, daerah Lasem dan kota-kota
                 pantai utara Jawa dari Cirebon, Indramayu, Brebes, Tegal, Semarang, Demak,
                 Jepara Juwana, Rembang, Lasem dan lain sebagainya sama sekali terlepas dari
                 kontrol Mataram dan berdiri sendiri sebagai kerajaan-kerajaan maritim. Oleh
                 karena  itu  raja  Mataram  sejak  Panembahan  Senopati  (1575-1601)  berusaha
                 untuk  menaklukkan penguasa-penguasa itu. Di  samping  motif politik, hal
                 ini juga didorong oleh faktor ekonomi karena sebagai  kerajaan-kerajaan
                 maritim, kota-kota pelabuhan  tersebut memiliki kekayaan ekonomi yang
                 penting sebagai hasil kegiatan perdagangan. Di samping itu, kerajaan-kerajaan
                 maritim itu merupakan pusat-pusat penyebaran  Islam yang dikhawatirkan
                 bisa berkembang menjadi pusat-pusat kekuatan yang mengancam eksistensi




                       105 Titi Surti Nastiti dan Nurhadi Rangkuti, op.cit…, hlm. 2
                       106  Meinsma, ed Babad Tanah Jawi, 1941. S. Gravenhage: Martinus Nijhoff, hlm. 122.
                       107  H.J. de Graaf, Awal Kebangkitan Mataram, 1987. Jakarta: Grafiti Pres, hlm. 187.
                       108  Ibid., hlm. 270
   126   127   128   129   130   131   132   133   134   135   136