Page 142 - JALUR REMPAH
P. 142
128 | Jalur Rempah dan Dinamika Masyarakat Abad X - XVI
banyak yang menetap di pelabuhan Hitu untuk berdagang rempah-rempah.
Hitu sebagai pelabuhan transit merupakan tempat pedagang-pedagang
singgah untuk sementara waktu untuk mendapatkan rempah-rempah. Hitu
sendiri sebelum penduduknya menanam cengkeh, mendapatkan cengkeh
dari negeri-negeri bawahannya yang memberikan upeti. Pada sisi lain orang
Tuban membawa beras dan menukarkannya dengan cengkeh dengan Hitu.
Pentingnya Hitu bagi Tuban, tergambar dalam Kitab Negarakertagama yang
ditulis pujangga pada abad ke-14. Disebutkan ekspedisi armada Majapahit
ke Maluku menyebut nama Wandan (Banda) sebagai salah satu penghasil
rempah-rempah. Perjalanan kapal Majapahit itu ke Kepulauan Maluku melalui
jalur selatan. Juga, kapal-kapal itu singgah di pelabuhan Hitu sebagai bandar
ramai untuk perdagangan perantara rempah-rempah. 134
Pada awal abad ke-15, orang-orang Banda sering singgah di Hitu untuk
mendapatkan beras yang dibawa oleh orang-orang Tuban. Sebaliknya, pedagang
Tuban singgah di pelabuhan Banda dengan membawa lada, beras dan garam
untuk ditukarkan dengan pala dan fuli, atau ditukarkan dengan kain tenun
Gujarat atau kain putih Koromandel. Kain putih menjadi kebutuhan orang-
orang Banda untuk ritual kematian. Jenazah yang akan dikuburkan dibungkus
dengan kain putih tersebut.
4. Gresik
Gresik merupakan Pelabuhan penting di pesisir utara Jawa pada abad ke-14
hingga awal abad ke-17. Pelabuhan Gresik ini mengendalikan impor rempah-
rempah dari Banda dan Maluku menuju ke pelabuhan Malaka. Tome Pires tidak
secara eksplisit menceritakan telah berlangsung relasi perniagaan rempah-
rempah antara Kepulauan Maluku, Jawa dan Malaka. Setiap tahun, 8 kapal
jung berlayar bersama dari Malaka dan Gresik menuju pelabuhan Banda dan
Maluku. Terdapat empat kapal dari Gresik dan empat kapal lainnya dari milik
saudagar Malaka. Penguasa Jawa di Gresik—yang bersama pedagang Hindu
di Malaka sangat menguasai seluk-beluk perdagangan rempah-rempah—juga
134 Kemungkinan kepulauan Banda tidak menjadi menjadi bawahan (vassal) dari kerajaan
Majapahit yang mesti memberikan upeti, karena agama Hindu yang dianut oleh Majapahit tidak
mempunyai pengaruh di Banda maupun di kepulauan Maluku lainnya.