Page 137 - JALUR REMPAH
P. 137
Produksi Rempah, Pelabuhan dan Jaringan Perniagaan di Nusantara | 123
Peranan pelabuhan Jepara semakin meningkat ketika terjadi intrik-intrik
perebutan kekuasaan di Demak sejalan dengan semakin mendangkalnya
pelabuhan Demak sebagai akibat dari proses sedimentasi. Jepara pada akhirnya
mejadi pelabuhan utama kerajaan Demak. Kemajuan ini berlangsung terus
meskipun pada tahun 1599 Jepara diserang dan diduduki oleh tentara Mataram.
Jepara dijadikan sebagai salah satu bandar Mataram yang maju. Orang-orang
Belanda melaporkan bahwa pada tahun 1615 mereka bertemu tidak kurang
dari 60-80 jung Jawa di kawasan perairan Sumatra yang sebagian besar berasal
dari Jepara. Mataram juga memanfaatkan Jepara sebagai pusat pembuatan
kapal. Jabatan yang mengelola pelabuhan Jepara disebut sebagai pecat tanda
yang mengawasi semua kantor pabean dan berkuasa di semua muara sungai.
Syahbandar yang pernah menemui kapal-kapal Belanda pada tahun 1616
dan 1619 adalah keturunan Cina. Ia dikenal dengan nama Ince Muda yang
mengadakan hubungan dagang dengan Jambi karena ia memiliki saudara di
sana yang memiliki hubungan baik dengan Sultan Jambi. Ia memiliki beberapa
kapal kecil untuk mengangkut beras. Pegawai VOC juga mencatat bahwa kedua
bersaudara ini memiliki pengaruh besar masing-masing terhadap Jambi dan
Wedono Bupati Jepara. Selain itu Ince Muda juga berdagang dengan orang-
orang Portugis di Malaka. 119
Jepara kemudian berkembang sebagai bandar utama Mataram. Ekspor
beras Mataram ke berbagai wilayah di Nusantara dilakukan melalui bandar
Jepara. Dengan kata lain, Jepara menjadi satu-satunya pelabuhan yang diijinkan
oleh penguasa Mataram untuk mengekspor beras. Hal itu disebabkan Jepara
dekat dengan daerah-daerah penghasil beras seperti Juwana, Tadunang, dan
Demak. Oleh karena itu, harga beras di Jepara sangat murah dibandingkan
120
dengan pelabuhan atau bandar-bandar lainnya di Nusantara. Sebagai contoh;
harga beras di Jepara antara 12 sampai dengan 16 real setiap koyan (1 koyan
sama dengan 30 pikul; 1 pikul sama dengan 61,76 kg), di Batavia harganya
40-60 real dan di Maluku 100-120 real. Dengan kedudukannya itu Jepara
121
119 Sutjipto, ‘Some Remarks”, hlm.185.
120 L.W. Nagtegaal, Riding The Dutch Tiger, the dutch east indies company and the northeast
coast of java 1680-1743. Leiden: KITLV Press, 1996, hlm. 129.
121 G. Gonggrijp, Schets Eener Ekonomische Geschiedenis van Nederlandsch-Indie. Haarlem:
de Erven F. Bohn, 1928, hlm. 46.