Page 204 - JALUR REMPAH
P. 204

190 | Jalur Rempah dan Dinamika Masyarakat Abad X - XVI


               bandar Gresik berseberangan dengan Selat Madura, maka komunitas Gresik
               banyak pula yang berasal dari keluarga-keluarga Madura yang berlayar dan
               berniaga di sepanjang selat tersebut. Selain itu, para pedagang Madura yang
               bermukim di Gresik membawa hasil bumi berupa jagung yang dipertukarkan
               dengan beras yang menjadi salah satu komoditi andalan pelabuhan Gresik.
                                                                                         85
               Hal lain yang menarik dari komunitas pelabuhan Gresik adalah Sunan atau
               Raja turut pula dalam perdagangan. Pihak keluarga Sunan melakukan
               seleksi terhadap kain-kain tenun kelas satu yang berasal dari setiap pedagang
               Koromandel yang datang dari  Malaka. Kemudian,  kain tenun hasil seleksi
               tersebut  sebagian  mereka  perdagangkan  kembali  ke  pasar  kawasan  timur
               Nusantara seperti Banda dan kepulauan Maluku.
                                                              86
                   Komunitas pelabuhan  Gresik mempunyai relasi dengan komunitas
               pedalaman yang bermukim  di pinggir  sungai. Relasi  tersebut  ditunjukkan
               melalui piagam tentang pajak yang harus dibayar oleh pedagang itu di tempat
               tambangan. Piagam itu disebut dengan nama  “ferry charter” yang berasal
               dari tahun 1358 dan dikeluarkan oleh istana Hayam Wuruk. Dalam piagam
               itu, dijelaskan hak-hak istimewa yang diberikan kepada penjaga tempat
               penyeberangan sungai (tambang) yang terdapat di  Sungai Brantas. Dengan
               mengingat bahwa jumlah nama tempat yang disebut sangat banyak yaitu hampir
               80 tempat maka dapt disimpulkan bahwa pengangkutan dari pedalaman ke
               pelabuhan atau sebaliknya telah menjadi sangat penting. 87

                   Sepanjang abad ke-14 hingga ke-16 di pelabuhan-pelabuhan  pesisir
               utara Jawa berlangsung semangat zaman bercampurnya perdagangan dengan
               penyebaran agama Islam. Tokoh-tokoh perdagangan digambarkan sebagai
               sosok pendekar penyebar Islam. Nyai Ageng Pinatih misalnya digambarkan
               sebagai perempuan keturunan peranakan Cina  yang ikut dalam ekspedisi
               armada Cheng Ho. Dia menjadi saudagar kaya di pelabuhan Gresik dan pernah
               menjabat sebagai Syahbandar perempuan di pelabuhan tersebut. Pinatih, juga


                     85  Baik orang Madura maupun orang Gresik menyebut Selat Madura sebagai “selat keluarga”
               yang berkumpul untuk melakukan perdagangan. Untuk hal ini lihat. Tome Pires. The Suma Oriental.
               London: Hakluyt Society, 1944, hlm. 180.
                     86  Ibid., Pires. The Suma Oriental, hlm. 183.
                     87  Dipergunakannya logam mulia seperti emas, dan perak, sebagai sarana transaksi, disusul
               dengan pengenalan picis atau keping Cina ikut merangsang pertumbuhan perdagangan. Untuk hal ini
               lihat. Op.Cit., Wisseman. “Javanese Markets and the Asian Sea Trade Boom of the Tenth to Thirteenth
               Centuries AD, dalam JESHO 41 (3) 1998, hlm. 344-81.
   199   200   201   202   203   204   205   206   207   208   209