Page 28 - JALUR REMPAH
P. 28
14 | Jalur Rempah dan Dinamika Masyarakat Abad X - XVI
Hal yang menarik berlangsung di Kepulauan Banda secara fisik hampir
tidak ditemukan pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha, perkembangan ini
tidak seperti di Jawa dan Sumatera yang kuat dengan unsur Hindu-Buddha
sedangkan penduduk Cina di Banda masih menjalankan ajaran dan tetap teguh
dengan agama Kong Hu Cu.
Pada masa kedatangan orang-orang Eropa di Kepulauan Banda jejak yang
paling terlihat secara fisik adalah bangunan Benteng Nassau yang terletak
di pesisir Neira, tempat pemeriksaan perahu-perahu yang hilir-mudik ke
pelabuhan Banda. Juga Nassau yang sekarang tinggal reruntuhan puing adalah
tempat eksekusi 44 orang kaya Banda.
Konflik terbesar berdarah yang berlangsung pada 1621 antara kekuasaan
Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) Belanda dengan orang-orang
kaya di Banda berakhir dengan penumpasan dan pengusiran hampir seluruh
6
penduduk Banda. Diperkirakan hampir 1000 orang Banda menyelamatkan diri
dengan lari ke pulau Kei menetap di sana dan kadangkala kembali ke kampung
mereka. Sejak itu, penduduk yang tinggal di kepulauan Banda adalah orang-
orang Jawa, Buton, Arab, Cina dan Melayu yang sudah kawin-mawin selama
ratusan tahun. Setelah peristiwa pembantaian pada 1621 seluruh perkebunan
pala ditutup untuk beberapa saat dan dibuka kembali setelah direorganisasi
dengan monopoli perdagangan Belanda yang memunculkan 60 lebih perkenier
(perkebunan) yang berakhir pada masa pendudukan Jepang pada 1942.
Situs yang tampak kuat unsur kolonialnya adalah perkenier (perkebunan
pala). Perkenier berdiri ketika orang-orang Belanda melakukan perombakan
struktur perkebunan pala dari kekuasaan orang kaya Banda. Beroperasinya
perkenier ini pada perempat kedua abad ke-17. Situs perkenier yang masih
utuh dengan gapura masih terlihat tulisan berbahasa Belanda berada di Pulau
Ay. Sementara itu, situs perkenier di Pulau Run yang tersisa hanya reruntuhan
Benteng Eldorado. Perkebunan-perkebunan itu pada Masa Kemerdekaan
Indonesia, dinasionalisasi oleh Pemerintah Republik Indonesia.
6 Para orang kaya itu merupakan penguasa-penguasa lokal di bawah penguasa yang lebih luas
kekuasaannya yang disebut Rat dan Raja ataupun Halaai. Besar kemungkinan tatanan masyarakat yang
dikembangkan ialah sistem kesatuan hidup yang membagi anggota-anggota masyarakat kedalam strata
sosial tertentu seperti kasta. Untuk hal ini lihat. R.Z. Leirissa et.al. Sejarah Kebudayaan Maluku. Jakarta:
Dirjen Kebudayaan, 1999, hlm. 112.