Page 5 - KIAT-KIAT BERPERANG
P. 5
Menurut sebagian ahli, radikalisme ditandai oleh tiga kecenderungan umum.
Pertama, radikalisme merupakan respons terhadap kondisi yang sedang berlangsung.
Respons tersebut muncul dalam bentuk evaluasi, penolakan, atau bahkan perlawanan.
Masalah-masalah yang ditolak dapat berupa asumsi, ide, lembaga, atau nilai-nilai yang
dapat bertanggung jawab terhadap keberlangsungan keadaan yang ditolak.
Dalam hal radikalisme Paham keagamaan Islam, yang biasanya dipergunakan adalah
adanya isu tentang permurnian akidah, di mana pihak yang lain yang tidak sejalan
dengannya dianggap sebagai bid’ah dhalalah. Yang sering juga dikembangkan dalam
upaya menolak cara pandang yang berbeda dalam hal pemahaman keagamaan ialah
dikotomi antara sistem thaghut dan sistem Islami. Sistem thaghut diidentifikasi sebagai
aturan-aturan yang tidak ada cantolan secara tegas dalam nushush syar’iyah, sedang
sistem Islami merupakan aturan yang didasarkan pada nushush syar’iyah. Dikotomi ini
terkesan sangat menyederhanakan masalah. Padahal banyak sekali aturan dalam agama
yang tidak secara tegas ada cantolannya di dalam nushush syar’iyah. Sebagaimana
diketahui nashush syar’iyah ada yang bisa difahami dengan arti manthuqnya saja, namun
ada pula yang harus difahami mafhumnya.
Kedua, radikalisme tidak berhenti pada upaya penolakan, melainkan terus berupaya
mengganti tatanan lain. Ciri ini menunjukkan bahwa di dalam radikalisme terkandung
suatu program atau pandangan tersendiri. Kaum radikalis berupaya kuat untuk
menjadikan tatanan tersebut sebagai ganti dan tatanan yang sudah ada. Dalam konteks
radikalisme paham keagamaan biasanya kelompok ini memaksakan pemahaman
keagamaannya dan ada agenda yang jelas untuk mengganti aturan-aturan-yang tidak
sesuai dengan pemahaman mereka, dengan cara apapun, bahkan jika diperlukan dengan
mempergunakan cara kekerasan sekalipun.
Ketiga, kaum radikalis memiliki keyakinan yang kuat akan kebenaran program atau
ideologi yang mereka bawa. Dalam gerakan sosial, kaum radikalis memperjuangkan
keyakinan yang mereka anggap benar dengan sikap emosional yang menjurus pada
kekerasan.
Menurut sebagian kajian, akar dan munculnya radikalisme ini bermacam-macam, ada
yang karena faktor sosial politik, faktor emosi keagamaan, faktor kultural, faktor ideologis
anti barat, dan faktor kebijakan pemerintah.
Terkait dengan akar munculnya radikalisme paham keagamaan tidak terlepas dari adanya
pemahaman keagamaan yang didasarkan atas makna literer dan dalil-dalil Al-Qur’an dan
Al-Hadits. Pemahaman terhadap dalil syari hanya dilakukan dengan menggunakan
pendekatan literer ini membahayakan, karena dapat menggelincirkan seseorang dalam
kesalahan pemahaman nash. Karena dalam pengambilan suatu hukum dan dalil-dalil syari
(istinbath al-hukm) harus melewati seperangkat metodologi yang telah diformulasikan
oleh para ulama, balk dengan cara pemahaman terhadap makna harfiyah ‘dan nash
(manthuq) ataupun dengan cara menggali lebih dalam makna tersembunyl dan nash
(mafhum). Apabila pemahaman terhadap nash ini dipaksakan hanya dengan
mempergunakan cara pemahaman literer, apalagi kalau tidak diimbangi dengan
penguasaan yang mendalam terhadap nash-nash syari yang ada, Karena pemahaman
KIAT-KIAT BERPERANG iv